Tampilkan postingan dengan label Penelitian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penelitian. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Maret 2012

PEMANFAATAN TEPUNG TEMU PUTIH (CURCUMA ZEDOARIA, ROSC) DALAM RANSUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER


PEMANFAATAN TEPUNG TEMU PUTIH (CURCUMA ZEDOARIA, ROSC) DALAM RANSUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER
(The Use of Curcuma zedoaria,Rosc Meal In The Ration and Its Implication on Broiler Performance)
Tuti Widjastuti
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
ABSTRACT
The research was held to study the effects of addition of Curcuma zedoaria,Rosc meal in the ration on performance of broiler. The experiment used 100 broiler day old chicken with a Completely Randomized Design (CRD).  There were four kind of  treatmens (R0 : Based ration + 0% Curcuma zedoaria,Rosc meal, R1: Based ration +3,5%, R2: Based ration + 4,5%, R3: Based ration + 5,5% of Curcuma zedoaria,Rocs meal, where each treatment was repeated five times and each repeated consist five broiler chicks.  Variable analysis were feed consumption, gain of body weight and feed conversion. Statistical analysis indicated that addition of Curcuma zedoaria. Rosc meal did not significantly affect (P>0.05) feed consumption, and significantly to gain on body weight and feed conversion. It can be concluded that by using 4.5% of Curcuma zedoaria. Rosc meal in the ration produced good performance of broiler.
Keys Words: Curcuma zedoaria,Rosc, performance, broiler
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung Temu putih dalam ransum terhadap performan ayam broiler. Penelitian menggunakan metode eksperimental terhadap 100 ayam broiler umur satu hari dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL).  Terdapat 4 perlakuan (R0 : Ransum dasar +0% tepung Temu putih, R1 Ransum dasar +3,5% tepung Temu putih, R2: Ransum dasar +4,5% tepung Temu putih dan R3: Ransum dasar + 5,5% tepung Temu putih, dengan lima ulangan dan tiap ulangan sebanyak 5 ekor. Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan tepung Temu putih sampai taraf 5,5% tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, namun berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Kesimpulan penambahan tepung Temu putih tidak nyata berpengaruh terhadap konsumsi ransum, namun  penambahan tepung Temu putih sampai level 4,5% dalam ransum ayam broiler memberikan hasil terbaik terhadap performan ayam broiler .
Kata Kunci : Temu Putih, performan, broiler.

PENDAHULUAN
Broiler merupakan ternak penghasil daging yang cukup potensial dalam memenuhi  kebutuhan masyarakat akan protein hewani. Keberadaan komoditas daging ayam yang berkualitas dituntut persyaratan bebas dari residu obat-obatan. Guna memenuhi tuntutan konsumen berupa daging ayam berkualitas biasanya dilakukan dengan manipulasi kandungan gizi atau sumber bahan tertentu di dalam ransum.  Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pemberian suatu bahan imbuhan atau suplemen.
Suplemen dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi pakan dengan mengurangi mikroorganisme pengganggu atau meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan, yang ada dalam saluran pencernaan ayam sehingga efisiensi penggunaan pakan akan meningkat (Tarmudji,2004).  Salah satu suplemen yang dapat digunakan adalah Temu putih (Curcuma zedoaria.Rosc). Temu putih (Curcuma zedoria.Rosc) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan sebagai komponen dalam pembuatan jamu (Puslitbangtri, 1992 dalam Maheswari, 2002). Secara empirik rimpangnya berkhasiat sebagai stomakhik atau memperkuat pencernaan dan selera makan, merangsang gerakan usus dan menghilangkan perut kembung (Salim, 1985; Taryono, dkk, 1987). Mengandung minyak atsiri dan komponen kurkuminoid (Departemen Kesehatan RI, 1995; Soedibyo 1998; Kartika, 1999). Hasil kromatografi gas dan lapis tipis Laboratorium Farmakognosi FMIPA, UNPAD (2001) menunjukkan bahwa kurkumin Temu putih tidak terdektesi, sehingga nilai manfaatnya lebih pada fungsi dari minyak atsiri. Minyak atsiri dapat membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf sekresi, sehingga keluar getah lambung yang mengandung enzim seperti pepsin, trypsin, lipase, amylase disekresikan kedalam lambung dan usus sehingga diharapkan dapat meningkatkan metabolisme zat-zat makanan (Guenther, 1997).  Mengingat kurkumin dalam Temu putih tidak terdeteksi, maka efek atau kerja Temu putih lebih banyak kepada minyak atsiri.  Pengaruh racun oleh minyak atsiri bagi tubuh ternak pada dosis yang berlebihan dapat menimbulkan depresi system syaraf dan disusul dengan kematian (Guenther,1997). Sebagai pembanding, penelitian Mansjoer (1997) mengenai penggunaan minyak atsiri Temu putih (Curcuma zedoaria,Rosc) dosis  450 mg, 600 mg dan 800 mg/kg bobot badan terhadap tikus putih ternyata dua dari lima tikus yang mendapat perlakuan minyak atsiri 800mg/kg bobot badan mati dan ini dijadikan dasar pertimbangan penentuan kadar Temu putih dalam ransum. Adanya efek minyak atsiri terhadap fungsi atau kerja saluran pencernaan khususnya usus halus dan bersifat racun pada dosis yang berlebihan, maka penggunaan Temu putih yang tepat diharapkan mampu meningkatkan metabolisme tubuh dan metabolisme yang mempengaruhi sel-sel saluran pencernaan. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari efek dari penambahanan tepung Temu putih dalam ransum terhadap performan ayam broiler.

MATERI DAN METODE
Penelitian dilakukan selama 5 minggu, dilaksanakan di desa Jelekong, Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, dari bulan Pebruari sampai bulan Maret 2009.  Penelitian menggunakan 100 ekor ayam broiler umur satu hari strain Cobb yang ditempatkan secara acak pada 20 petak kandang percobaan dengan ukuran 80 x 60 x 40 cm untuk 5 ekor.  Setiap kandang dilengkapi dengan tempat makanan, tempat minuman dan lampu pijar 40 watt, masing-masing satu buah sebagai pemanas.
Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum adalah konsentrat, jagung kuning, dedak padi, dan tepung Temu putih.  Susunan ransum penelitian  dan kandungan nutrisi dan energi metabolis ransum penelitian disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
        




Tabel 1. Susunan Ransum Penelitian

Bahan Pakan
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
Konsentrat (%)
38
38
38
38
Jagung kuning (%)
54
54
54
54
Dedak padi (%)
  8
  8
  8
  8
Temu putih(%)
  0
    3,5
    4,5
     5,5

Tabel 2. Kandungan Nutrisi dan Energi Metabolis Ransum Penelitian

Kandungan Nutrisi
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
Protein kasar (%)
22,34
22,47
22,79
22,98
Lemak kasar (%)
4,22
4,70
4,98
5,18
Serat kasar (%)
5,06
5,16
5,36
5,67
Ca (%)
1,51
1,53
1,54
1,56
P (%)
0,78
0,79
0,79
0,79
Energi Metabolis (kkal/kg)
   3018,44
  3024,56
   3028,59
  3029,43

Selama penelitian ,ayam hanya diberi air minum tanpa pemberian antibiotik dan vitamin kecuali vaksin. Vaksinasi ND diberikan melalui tetes mata pada umur 3 hari dan vaksinasi gumboro  dilakukan pada umur 14 hari dan vaksinasi ND lasota diberikan pada umu 21 hari dengan cara injeksi.  Parameter yang diukur adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran penambahan Temu putih dalam ransum ayam broiler berupa konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.  Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Ayam Broiler   Masing-masing Perlakuan

Parameter                       
Perlakuan
R0
R1
 R2
R3
Konsumsi Ransum (g)
2545,35 a
 2465,28 a
2426,16  a 
2437,30  a
Pertambahan bobot badan (g)
    1480,13 a
    1590,69 b
   1656,21 b
   1501,32  a
Konversi Ransum
          1,71 a
       1,55  b
         1,47 b
       1,62  a


Pengaruh perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum
Berdasarkan hasil analisis Sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai level tepung Temu putih dalam ransum ayam broiler tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum.   Hal tersebut menggambarkan bahwa keberadaan Temu putih sampai taraf 5,5 % masih dapat direspon dengan baik dan cukup efektif untuk memperoleh konsumsi ransum yang normal. Tidak terjadinya pengaruh yang nyata terhadap konsumsi ransum karena ransum memiliki palatabilitas yang baik, dan bentuk fisik ransum dalam bentuk crumble  serta mengandung serat kasar yang rendah. Ransum yang mengandung tepung Temu putih menghasilkan aroma wangi karena  Temu putih mengandung zat aktif yaitu kurkumin dan minyak atsiri yang dapat meningkatkan napsu makan. Zat aktif kurkumin dalam Temu putih mempunyai aktivitas kolagoga yang berfungsi meningkatkan produksi dan sekresi empedu  yang berguna  untuk mengemulsikan lemak serta dapat menurunkan kadar lemak tubuh.  Sementara minyak atsiri dalam Temu putih dapat merangsang peningkatan relaksasi usus halus sehingga akan terjadi peningkatan pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan (Mahendra,2005).  
Penggunaan tepung Ttemu putih dalam ransum sampai 5,5% tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum.  Ini berarti bahwa penggunaan tepung Temu putih aman dikonsumsi dan Temu putih dapat digolongkan feed additive dan dapat direspon baik oleh ternak bersangkutan.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan
Dari Tabel 3 terlihat bahwa rataan pertambahan bobot badan pada perlakuan R1 ( 3,5% Temu putih) dan R 2 (4,5 % Temu putih) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan R0, dan R3 .Bila dikaitkan dengan konsumsi ransum antar perlakuan yang sama, ini berarti level Temu putih 3,5 – 4,5% dalam ransum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan, sedangkan pada level 5,5% terjadi penurunan pertambahan bobot badan.  Hal ini adanya efek minyak atsiri terhadap kerja saluran pencernaan khususnya usus halus dan bersifat racun pada dosis yang berlebihan.  Pada perlakuan R3 terlihat adanya keterbatasan dari fungsi atau kerja minyak atsiri sehingga terjadi penurunan pertambahan bobot badan, walaupun masih dalam batas normal. Kandungan komponen zat aktif dari Temu putih yang member nilai manfaat adalah pada fungsi dari minyak atsiri karena kandungan kurkuminnya tidak terdeteksi.  Keterkaitan minyak atsiri dengan bobot badan yang dihasilkan menampakkan efek kerja terhadap kecernaan protein dalam terbentuknya jaringan tubuh hewan termasuk daging. Fakta yang ditemukan memberikan suatu gambaran bahwa Temu putih tidak menimbulkan efek negatif  terhadap rataan pertambahan bobot badan, sehingga Temu putih dapat menjadi bahan feed additive dalam ransum ayam broiler terutama  pada dosis yang tepat. Afifah dan Lentera (2002) dan Mangisah (2003) yang menyatakan bahwa penambahan temulawak dapat meningkatkan bobot badan dan menurunkan kadar kolesterol darah ayam broiler  akibat adanya kerja dari kurkumin dan minyak atsiri dari Temulawak.



Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa penambahan tepung Temu putih terhadap nilai konversi memberikan peningkatan yang positif. Rataan nilai nilai konversi ransum perlakuan penambahan 3,5 – 4,5% Temu putih nyata lebih rendah dari ransum tanpa Temu putih dan ransum yang mengandung 5,5% Temu putih. Nilai konversi ransum dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot badan cenderung meningkat sejalan dengan semakin tingginya penggunaan Temu putih dalam ransum, sedangkan konsumsi ransum perlakuan tidak berbeda sehingga menyebabkan nilai konversi ransum cenderung menurun. Adanya minyak atsiri pada Temu putih dapat membantu pencernaan dengan merangsang system saraf sekresi.sehingga keluar getah lambung yang mengandung enzim seperti lipase, amylase dan tripsiun disekresikan ke dalam lambung dan usus,  Akibatnya ayam mampu merombak seluruh amilosa yang kompleks, sehingga mudah diserap dan dirombak menjadi daging. Sejalan dengan pendapat Widodo (2002) dan Desmayati (2007) yang menyatakan bahwa zat bioaktif yang dikandung ramuan herbal seperti Temulawak dan Temu putih diduga mengandung zat yang dapat memperbaiki metabolisme karbohidrat dan memetabolisir lemak dalam tubuh, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pakan dan kesehatan ternak.

KESIMPUAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Penambahan Temu putih dalam ransum ayam broiler  sampai batas penambahan 4,5% mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan nilai konversi ransum, disarankan Temu putih dapat dicampur dalam ransum ayam broiler tidak melebihi 4,5%.  Pemberian yang berlebih akan menurunkan performan ayam broiler.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah,E. dan Lentera.2003. Kasiat dan Manfaat Rimpang Temulawak dalam Penyembuhan Aneka Penyakit. Agromedi Pustaka, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Informasi Simplisia Asing. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes RI. Jakarta.

Desmiati dan Zainuddin. 2007. Tanaman Obat Meningkatkan Efisiensi Pakan dan Kesehatan Ternak Unggas. Journal Ilmu Ternak dan Veteriner Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Griffiths, L.S. Lesson and J.D. Summers. 1997.Fat Deposition in Broiler . Influence of System of Dietary Energy Evaluation and Level of Various Fat Sources on Abdominal Fat Pad Size. Poult. Sci. 56:1018 -1026.

Guenther. E. 1997. Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh S.Ketaren. Universitas Indonesia. Jakarta


Maheswari. 2002. Pemanfaatan Obat Alami: Potensi dan Prospek Pengembangannya. Puslitbangtri Departemen Pertanian. Bogor.

Mangisah, I. 2005. Pemanfaatan Kunyit (Curcuma demastika,Val) atau Temulawak (Curcuma xantorrhiza,Roxb) untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Daging Ayam Broiler. File://A:/curcumin/kunyt/temulawak/cari 1htm.

Mansjoer,S. 1997. Effek Antiradang Minyak Atsiri Temu Putih (Curcuma zedoaria Rosc, Zingibeaceae) terhadap Udem Buatan Tikus Putih Betina Galus Wister. Majalah Farmasi Indonesia. Vol.8 (1). Jakarta.

Salim. R.1995. Manfaat Temu Putih (Curcuma zedoaria,Rosc) Tidak Kalah dengan Rimpang Temulawak. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Soedibyo, Mooryati. 1998. Alam Sumber Kesehatan,Manfaat dan Kegunaan. Jakarta, Balai Pustaka.

Taryono, E.M., Rachmat S. dan A. Sardina. 1987.Plasma Nutfah Tanaman Temu-temu. Edisi Khusus Litro III (1). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

Uji Aktivitas Antioksidan Dan Toksisitas Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Benalu


Uji Aktivitas Antioksidan Dan Toksisitas
Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Benalu


Akhmad Darmawan, Andini Sundowo, Sofa Fajriah, Nina Artanti
Pusat Penelitian Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Kawasan PUSPIPTEK, Serpong – Tangerang 15314


Abstrak

Gerakan kembali ke alam ”back to nature ” yang kini semakin banyak dilakukan baik oleh negara-negara maju maupun berkembang termasuk di dalamnya Indonesia, telah memberikan semangat baru bagi kalangan para peneliti yang berkecimpung di dalam bidang tersebut. Banyak tanaman obat di Indonesia yang belum dikembangkan, diantaranya adalah benalu. Banyak orang percaya bahwa benalu dapat digunakan sebagai obat kanker, padahal terdapat banyak jenis benalu yang hidup di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan ekstraksi dan uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH serta uji toksisitas dengan menggunakan metode BSLT terhadap 5 (lima) jenis benalu yang berbeda yaitu Dendrophthoe pentandra L. Miq., Scurulla sp., Macrosolen cochinchinensis, Helixanthera setigera, dan Dendrothrophe of Umbullata.
Dari hasil uji aktivitas antioksidan dapat diketahui bahwa kelima jenis benalu tersebut di atas mempunyai aktivitas antioksidan yang beragam, ini dapat di lihat dari nilai IC50 yang diperoleh masing-masing 26,7; 66,8; 118,2; 62,9; dan 23,9 ppm. Sementara dari hasil uji toksisitas hanya benalu jenis Dendrotrophe of Umbullata yang bersifat toksik dengan nilai LD50 sebesar 407.38 ppm.

Kata kunci : benalu, antioksidan, toksisitas


Pendahuluan

Indonesia adalah salah satu negara mega biodiversity dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam, namun hanya sebagian kecil yang telah diekplorasi, diteliti serta dimanfaatkan. Penyakit degeneratif seperti kanker, tekanan darah tinggi, penyakit gula, dan lain sebagainya semakin banyak dan mudah ditemui di kalangan masyarakat kita, pada dasarnya penyakit degeneratif tersebut diakibatkan karena proses metabolisme tubuh yang menghasilkan radikal bebas berlebihan sehingga mengakibatkan kerusakan pada fungsi sel-sel tubuh (Helliwel dan Gutteridge, 1989). Berbagai macam jenis obat telah diproduksi, baik merupakan hasil sintesis kimia maupun dari sumber daya alam.
Tanaman obat di Indonesia telah lama dikenal dan gunakan secara turun temurun dan diwariskan dari satu geerasi ke generasi berikutnya, namun hanya sebagian kecil yang telah diteliti secara tuntas perihal kandungan senyawa aktifnya, aktivitasnya (aik secara in vitro maupun in vivo) maupun cara kerjanya.
Benalu adalah salah satu tanaman obat yang banyak terdapat di berbagai daerah di Indonesia, dan belum banyak diteliti. Benalu telah dikenal dan diketahui oleh masyarakat luas sebagai salah satu tanaman yang mempunyai khasiat sebagai obat penyakit kanker, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya jenis ramuan daun benalu yang diperjualbelikan (khususnya benalu teh). Berdasarkan atas informasi tersebut di atas dan untuk menunjang serta melengkapi informasi yang bermanfaat mengenai tanaman obat benalu ini, maka dilakukan penelitian yang berhubungan dengan tanaman benalu ini. Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi dari 5 (lima) benalu dengan jenis yang berbeda yaitu Dendrophthoe pentandra L. Miq., Scurulla sp., Macrosolen cochinchinensis, Helixanthera setigera, dan Dendrothrophe of Umbullata, serta dilakukan pengujian terhadap aktivitas antioksidan serta toksisitas terhadap kelima sampel benalu dengan menggunakan metode peredaman radikal bebas DPPH (DPPH free radical scavenging effect) dan BSLT (brine shrimp lethality test), untuk mengetahui tingkat aktivitas antioksidan serta tingkat toksisitasnya.

Bahan dan Alat
Bahan : yang digunakan adalah sampel 5 jenis benalu yang berbeda (Dendrophthoe pentandra L. Miq., Scurulla sp., Macrosolen cochinchinensis, Helixanthera setigera, dan Dendrothrophe of Umbullata), methanol, air laut, etanol, DPPH.
Alat : yang digunakan adalah tabung reaksi, pipet, vortek, spektrofotometer, kuvet.

Metodologi
Pada penelitian ini dilakukan 2 (dua) buah pengujian aktivitas, dengan terlebih dahulu dilakukan proses ekstraksi sampel menggunakan pelarut organic methanol, yaitu aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode peredaman radikal bebas DPPH (DPPH free radical scavenging effect) dan pengujian toksisitas dengan menggunakan metode BSLT (brine shrimp lethality test).
Ekstraksi : ekstraksi dilakukan terhadap sampel benalu dengan cara maserasi menggunakan pelarut organik methanol, untuk kemudian ekstrak methanol cair sampel tersebut di pekatkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat methanol untuk kemudian di lakukan preparasi dan persiapan pengujian antioksidan dan toksisitas.
Antioksidan : pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode peredaman radikal bebas DPPH (Hatano, 1988 dan Yeh-Cen 1995) yang mendasarkan prinsip kerjanya pada sampel (mengandung senyawa bersifat antioksidan) yang dapat meredam radikal bebas (DPPH). Mekanisme reaksi metode DPPH adalah sebagai berikut :
 
 




                                    Antioksidan

1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil                                          1,1-Difenil-2-picrilhidrazin

Sampel dibuat dilarutkan dalam pelarut methanol atau aquadest, dibuat dengan 4 (empat) konsentrasi berbeda, ditambah dengan DPPH (sebagai sumber radikal bebas), kemudian diinkubasi pada suhu 37ÂșC selama 30 menit, lalu diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 317 nm.
Toksisitas : pengujian toksisitas dilakukan dengan menggunakan metode BSLT (brine shrimp lethality test), telur udang Artemisia salina Leach. Ditetaskan dalam air laut dengan bantuan lampu TL, kemudian larva udang yang telah menetas dan berusia kurang lebih 48 jam, dimasukkan ke dalam sampel yang dibuat dalam 3 (tiga) konsentrasi berbeda) dengan menggunakan pelarut air laut. Kemudian jumlah larva udang yang mati dan yang masih hidup di hitung untuk kemudian digunakan untuk menetukan tingkat toksisitasnya (LD50).




Hasil dan Pembahasan
Dari uji aktivitas antioksidan diperoleh hasil sebagai berikut :

Jenis Benalu
IC50 (ppm)
Keterangan
Scurulla sp.
26.684
aktif
Dendrothrophe of Umbullata
66.809
aktif
Helixanthera setigera
118.157
aktif
Macrosolen cochinchinensis
62.991
aktif
Dendrophthoe pentandra
23.944
aktif

hasil tersebut menunjukkan bahwa dari kelima benalu yang berasal dari jenis yang berbeda memberikan hasil aktivitas antioksidan yang juga berbeda, namun dari kelima jenis benalu tersebut hanya jenis benalu Scurulla sp. dan Dendrophthoe pentandra yang memberikan hasil aktivitas antioksidan yang cukup tinggi dengan IC50 sebesar 26,7 dan 23,9 ppm, sementara benalu Dendrothrophe of Umbullata dan Macrosolen cochinchinensis juga mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup aktif dengan nilai IC50 sebesar 66,8 dan 62,9 ppm, dan hanya benalu Helixanthera setigera yang mempunyai aktivitas antioksidan lebih rendah dibandingkan benalu lainnya dengan IC50 sebesar 118,2 ppm. Namun secara keseluruhan, dari kelima jenis benalu yang dilakukan pengujian aktivitas antioksidannya dengan menggunakan metode peredaman radikal bebas DPPH dapat diketahui bahwa semua benalu tersebut mempunyai aktivitas antioksidan.
Berbeda dengan hasil yang diperoleh pada pengujian aktivitas antioksidan, pada pengujian tingkat toksisitas dengan menggunakan metode BSLT, diperoleh hasil sebagai berikut :

Jenis Benalu
LD50 (ppm)
Keterangan
Scurulla sp.
>1000
tidak toksik
Dendrothrophe of Umbullata
821.67
toksik
Helixanthera setigera
>1000
tidak toksik
Macrosolen cochinchinensis
>1000
tidak toksik
Dendrophthoe pentandra
>1000
tidak toksik

dari hasil tersebut di atas terlihat bahwa hanya benalu jenis Dendrothrophe of Umbullata yang mempunyai tingkat toksisitas yang aktif walaupun berada pada tingkat aktivitas yang relative rendah (dengan asumsi perhitungan tingkat LD50 > 1000 dinyatakan tidak toksik).
Berdasarkan pada kedua hasil pengujian tersebut dapat diketahui bahwa kelima jenis benalu yang diuji, semunya memiliki potensi sebagai sumber antioksidan alami yang diharapkan dapat dikembangkan dan diteliti lebih lanjut, terlebih juga kelima jenis benalu tersebut juga tidak memiliki sifat toksik kecuali untuk benalu Dendrothrophe of Umbullata yang sedikit toksik, sehingga relatif aman untuk dikonsumsi oleh tubuh jika berhasil dikembangkan sebagai sumber antioksidan alami.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan dan toksisitas terhadap 5 (lima) macam benalu dari jenis yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa kelima jenis benalu tersebut mempunyai potensi sebagai sumber antioksidan alami terlebih lagi dengan tingkat toksisitas negative yang dimilikinya, akan lebih menguntungkan jika dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai sumber antioksidan alami, namun tentunya semuanya masih memerlukan penelitian dan pengujian yang lebih lanjut sebelum akhirnya dapat dimanfaatkan.

Daftar Pustaka.
Akhmad Darmawan, 2004. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif ANtioksidan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) Dari Ekstrak Daun Benalu Cemara (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.)
Jamilah, 2003. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Sitotoksik Dari DAun Benalu Duku, Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh., Tesis Magister Sains Ilmu Kimia, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Windono, T., S. Soediman, U. Yudawati, E. Ermawati, A. Srielita, T.I. Erowati, 2001. Uji Peredaman Radikal Bebas Terhadap 1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dari ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.) Probolinggo Biru dan Bali. Artocarpus Media Phrmaceutica Indonesiana. Hal. 34-43.
Helliwel, B. dan J.M.C. Gutteridge, 1999. Free radical in Biology and Medicine. 3rd ed. Oxford: University press. Hal. 23-31, 105-115.
Santa, I.G.P. 1998. STudi Kemotaksonomi-Farmakognosi Benalu Antikanker Scurulla atropurpurea (Bl.) Dans. Dan Dendrophthoe pentandra (L.) Miq., Warta Tumbuhan Obat Indonesia. The Journal on Indonesian Medicinal Plants, Vol. 4. No. 4. Hal 14-15.
Yen, G.C. dan H.Y. Chen. 1995. Antioxidant Activity of Various Tea Extracts in Relation to Their Antimutagenicity. J. Agric. Food. Chem. Hal 27-32.