Jumat, 18 Mei 2012

MAKALAH Identifikasi Kemotaksonomi Bahan Baku Sediaan Farmasi .

KATA PENGANTAR Assalamu ‘alaikum Wr. Wb Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam terpatri kepada kekasih Allah, panutan kita Muhammad SAW Al-mustofah sebagai uswatun khasanah bagi orang-orang mukmin. Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen selaku koordinator laboratorium farmakognosi 2 dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin . Penulis BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dari zaman dahulu sampai sekarang ini, zaman era globalisasi. Daerah di Indonesia khususnya di dataran rendah. Pada penelitian ini lebih menekankan pada bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat. Berbagai metode pengobatan pun tersebar di Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Metode pengobatan ini meliputi pengobatan tradisional ataupun pengobatan modern,khususnya bagi pengobatan modern ini telah dikembangkan dalam bidang kedokteran dan farmasi yang telah menciptakan bahan-bahan pengobatan yang akan digunakan bahkan tidak sedikit pengobatan secra tradisional maupunmodern menimbulkan efek samping, sehingga dari hal inilah memaksa manusia untuk kembali ke alam mengolah tanaman sebagai tanaman obat dalam proses penyembuhan suatu penyakit. Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia serta beragam jenis sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya yang dimanfaatkan sebagai suatu tumbuan obat. Hal semacam ini mempunyai hubungan yang baikdengan objek yang dituju dalam hal ini manusia yang kemudian dimanfaatkan untuk dikembangbiakkan atau dibudidayakan sebagai suatu usaha atau bisnis tumbuhan obat yang dapat mendatangkan banyak keuntungan serta memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat khususnya sebagai konsumen. Beragam upaya dilakukan dalam pencarian tumbuhan berkhasiat obat dimulai dari mengidentifikasi kandungan zat kimia apa di dalamnya serta bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan cirri khas. Namun,tidak semua pula tumbuhan berkhasiat yang memberikan ciri khas itu dapat dikategorikan sebagai tumbuhan berkhasiat obat.Dewasa ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik didalam maupun diluar negeri berkembang pesat. Penelitian yang berkembang, terutama dari segi farmakologi maupun fitokimianya penelitian dilakukan berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji empiris. Penggunaan obat-obatan walaupun dalam bentuk yang sederhana tidak diragukan lagi sudah berlangsung sejak jauh sebelum adanya sejarah yang ditulis karena naluri orang-orang primitif untuk menghilangkan rasa sakit pada luka dengan merendamnya dalam air dingin atau menempelkan daun segar pada luka tesebut atau menutupinya dengan Lumpur, hanya berdasarkan pada kepercayaan. Orang-orang primitif belajar dari pengalaman dan mendapatkan cara pengobatan yang satu lebih efektif dari yang lain, dari dasar permulaan ini pekerjaan terapi dengan obat dimulai. Namun seiring dengan berkembangnya zamanpenggunaan obat-obatan sudah mulai memasuki tahap modern misalnya dengan menggunakan alat-alat canggih akan tetapi penggunaan obat secara primitif tidak boleh dilupakan karena dari sinilah awal semuanya. Maksud Maksud percobaan adalah agar mahasiswa dapat mengetahui cara identifikasi secara kemotaksonomi dalam sediaan fito farmasi dan produksi sediaan fitofarmasi. Tujuan Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui cara identifikasi kemotaksonomi dalam sediaan fito farmasi, dan produksi sediaan fitofarmasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Taksonomi Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Definisi taksonomi adalah ilmu untuk menggolong-golongkan makhluk hidup (Mayr et al., 1953). Lebih lanjut, Simpson (1961) mendefinisikan taksonomi sebagai suatu kajian teoritik tentang penggolongan, termasuk di dalamnya dasar-dasar, prinsip, cara kerja dan aturan-aturan yang berlaku. Sementara Evans (1984) menyatakan bahwa taksonomi juga mencakup penemuan pola-pola yang ada di dalam suatu keanekaragaman. Klasifikasi Taksonomi Taksonomi dalam Biologi Dalam biologi, taksonomi merupakan cabang ilmu tersendiri yang mempelajari penggolongan atau sistematika makhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah penamaan dengan dua sebutan, yang dikenal sebagai tata nama binomial atau binomial nomenclature, yang diusulkan oleh Carl von Linne (Latin: Carolus Linnaeus), seorang naturalis berkebangsaan Swedia. Ia memperkenalkan enam hierarki (tingkatan) untuk mengelompokkan makhluk hidup. Keenam hierarki (yang disebut takson) itu berturut-turut dari tingkatan tertinggi (umum) hingga terendah (spesifik) adalah : Phylum/Filum untuk hewan, atau Divisio/Divisi untuk tumbuhan Classis/Kelas, Ordo/Bangsa, Familia/Keluarga/Suku, Genus/Marga, dan Spesies (Jenis). Dalam tatanama binomial, penamaan suatu jenis cukup hanya menyebutkan nama marga (selalu diawali dengan huruf besar) dan nama jenis (selalu diawali dengan huruf kecil) yang dicetak miring (dicetak tegak jika naskah utama dicetak miring) atau ditulis dengan garis bawah. Aturan ini seharusnya tidak akan membingungkan karena nama marga tidak boleh sama untuk tingkatan takson lain yang lebih tinggi. Perkembangan pengetahuan lebih lanjut memaksa dibuatnya takson baru di antara keenam takson yang sudah ada (memakai awalan 'super-' dan 'sub-'). Dibuat pula satu takson di atas Phylum, yaitu Regnum (secara harafiah berarti Kingdom atau Kerajaan) untuk membedakan Prokariota (terdiri dari Regnum Archaea dan Bacteria) dan Eukariota (terdiri dari Regnum Fungi atau Jamur, Plantae atau Tumbuhan, dan Animalia atau Hewan).] Taksonomi dalam pedologi Dalam cabang ilmu tanah (pedologi), taksonomi tanah dibuat berdasarkan sejumlah variabel yang mencirikan keadaan suatu jenis tanah. Karena klasifikasi awal tidak sistematis, pada tahun 1975 tim dari 'Soil Survey Staff' dari Departemen Pertanian Amerika Serikan (USDA) menerbitkan suatu kesepakatan dalam taksonomi tanah. Sejak saat itu, setiap jenis tanah paling sedikit memiliki dua nama. Meskipun nama baru sudah diberikan, nama lama seringkali masih dipakai karena aturan dari Soil Survey Staff dianggap terlalu rinci. Taksonomi dalam pendidikan Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Tujuan taksonomi Tujuan Taksonomi tumbuhan adalah: 1. Untuk penemuan flora-flora di dunia 2. Memberikan sebuah metode identifikasi dan komunikasi yang tepat 3. Menghasilkan sistem klasifikasi yang terkait dan menyeluruh 4. Memberikan nama ilmiah yang benar pada setiap takson tumbuhan sesuai dengan aturan tata nama tumbuhan. 5. Membuat keteraturan dan keharmonian ilmu pengetahuan mengenai organisme sehingga tercipta suatu sistim yang sederhana dan dapat digunakan orang lain. Ahli taksonomi tumbuhan mempunyai peranan dan tanggung jawab dalam membantu usaha konservasi jenis, membuat cagar alam dan mencegah punahnya jenis-jenis tumbuhan tertentu. Taksonomi tumbuhan juga mempunyai peranan dalam program-progam pembangunan menuju ke swasembada pangan mencakup: Intensifikasi; yaitu dengan memberikan saran dalam memilih tumbuhan antar varietas atau antar jenis yang hendak disilangkan untuk memperoleh bibit unggul. Diversifikasi (pembudidayaan berbagai jenis tanaman); taksonomi tumbuhan dapat membantu memilih jenis-jenis tumbuhan yang cocok untuk tujuan tersebut. Ekstensifikasi (perluasan areal); taksonomi dapat memilih jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator tanah. Peran Taksonomi Taksonomi juga berperan dalam pengembangan obat-obat tradisional. Dalam industri tempe misalnya, taksonomi dapat berperan dalam memilih jenis-jenis lain yang semarga dengan kedelai (bahan baku tempe) yang mempunyai kadar lemak dan protein yang lebih tinggi, sehingga secara teoritis dapat juga dipakai sebagai bahan baku tempe di samping kedele yang sudah umum dikenal (Rideng, 1989). Taksonomi dapat dianggap sebagai dasar bagi penelitian ilmu hayati (Hardy, 1988). Lebih lanjut, taksonomi dapat pula dianggap sebagai “gerbang” untuk merancang strategi pengelolaan suatu spesies hama, karena pencirian dan pengenalan spesies yang tepat akan memudahkan kita untuk mencari titik lemah dari bioekologi satu spesies hama. Hardy menyatakan pula bahwa banyak kegagalan pengendalian hama lebih disebabkan karena salah identifikasi yang berujung pada kegagalan pemilihan strategi pengendalian yang tepat berdasarkan ciri bioekologi hama yang bersangkutan. Salah satu contoh kegagalan pengendalian hama serangga akibat salah identifikasi terjadi pada pengendalian kutu olive scale, Parlatoria oleae (Colvee) di Kalifornia menggunakan parasitoid Aphytis maculicornis (Masi) yang diimpor dari Mesir pada tahun 1951 (DeBach, 1974). Pada mulanya, upaya pengendalian tersebut gagal, yaitu tidak ada seekor parasitoidpun yang mampu hidup dan berkembang di lapangan. Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa koloni parasitoid tersebut terdiri dari empat strain, dan hanya strain Persia yang mampu memparasitoid dan hidup pada kutu tersebut. Hal tersebut membuktikan, bahwa pengelompokan-pengelompokan yang terjadi di dalam satu spesiespun mampu menentukan keberhasilan upaya pengendalian hama di lapangan. Dari pengalaman di atas terbukti, bahwa pencirian dan kemudian pengelompokan yang tepat mampu menemukan bahwa strain Persia adalah kelompok yang paling berhasil mengendalikan kutu olive, dan bukan tiga strain yang lain. Ulasan yang disampaikan White (1988) juga menarik untuk disimak, yaitu bahwa penelitian taksonomi yang dikembangkan pada lalat buah tephritid mampu menghasilkan data tentang spesies lalat buah yang hidup di suatu daerah dengan data pendukung berupa inang khas yang diserangnya, sehingga dapat dibuat sebuah peta distribusi serangan lalat buah spesies khas pada inang yang khas pula. Hal ini tentunya mempermudah pengelolaan populasi lalat buah di daerah yang bersangkutan. Penelitian taksonomi juga sudah mengarah ke pengamatan karakter spesies atau variannya menggunakan teknik-teknik molekuler, misalnya teknik Polymerase Chain Reaction-Random Amplified Polymorphic DNA atau PCR-RAPD. Teknik lain misalnya dengan mengamati ciri isozim pada satu kelompok serangga. Penelitian taksonomi molekuler ini ternyata cukup ampuh untuk mengenali variasi genetik yang terjadi pada satu spesies serangga hama yang terjadi akibat pengaruh perbedaan daerah penyebaran. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Mendel  et al (1984) pada kutu.  Matsucoccus josephi menunjukkan bahwa teknik PCR-RAPD dapat digunakan untuk menentukan asal dari spesies kutu tersebut. Dengan teknik ini pula, penerapan pengendalian hayati menggunakan parasitoid yang harus diimpor dari tempat asal kutu tersebut dapat dilakukan, sehingga kegagalan yang pernah terjadi pada pengendalian kutu olive di Kalifornia dapat dihindari. Penelitian yang dilakukan oleh Ooi (1988) merupakan contoh pengembangan teknik penggunaan isozim untuk menemukan variasi genetik pada satu spesies serangga. Dari hasil penelitiannya, Ooi menemukan bahwa spesies lalat buah Bactrocera dorsalis (Diptera: Tephritidae) di Malaysia mempunyai dua varian yang disebut Takson A dan Takson B. Data ini tentu sangat berguna sebagai dasar untuk menerapkan pengendalian hayati B. dorsalis menggunakan spesies musuh alami yang bersifat monofaga, atau pengendalian kimiawi menggunakan feromon yang bersifat sangat khas spesies. Hubungan dengan Ilmu Botani lain Seorang ahli taksonomi harus mempunyai pengetahuan tentang morfologi, embriologi,anatomi, sitogenetik dan ilmu sejenis lainnya. Cabang ilmu ini merupakan dasar dari botani, tapi di lain pihak perkembangannya sangat tergantung pada kemajuan cabang-cabang botani lainnya. Data-data yang diungkapkan sebagai hasil penelitian sitologi, genetika, anatomi, ekologi, morfologi, palinologi, palaentologi, fitogeografi, fitokimia dan cabang-cabang botani lain sangat berguna bagi botani sistematika. Akan tetapi ilmu-ilmu itu sendiri tidaklah akan berjalan pesat secara efisien tanpa bantuan botani sistematika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam cabang-cabang botani yang banyak tersebut tidak mungkin dapat diulangi dan kebenaran kesimpulannya dikukuhkan kalau identitas atau nama tumbuhan objeknya meragukan. Kekurangcermatan dalam penamaan objek percobaan akan menyebabkan nilai suatu penelitian merosot atau bahkan tidak ada harganya sama sekali (Rifai, 1989). Tahap Perkembangan Menurut Davis and Heywood (1963), ada 4 tahapan perkembangan taksonomi yaitu: 1.Fase eksplorasi; 2. Fase konsolidasi; 3. Fase biosistematik; 4. Fase ensiklopedik. Turril (1935) membagi tahap ini dengan cara yang berbeda, lebih menunjukkan kesinambungan antara satu fase ke fase yang lain, yaitu: taksonomi alfa yang ekuivalen dengan fase eksplorasi dan konsolidasi, dan taksonomi omega ekuivalen dengan fase ensiklopedik. Taksonomi alfa lebih kurang sepenuhnya tergantung pada ciri morfologi luar, sedangkan taksonomi omega menekankan pada semua ciri taksonomi yang ada. Fase Eksplorasi Fase eksplorasi disebut juga fase pioneer, sesuai dengan salah satu tujuan taksonomi yaitu inventarisasi semua tumbuhan yang ada di muka bumi. Pada fase ini yang lebih ditekankan adalah identifikasi yang didasarkan pada herbarium yang jumlahnya terbatas. Acuan utama adalah morfologi dan distribusi tumbuhan tersebut. Fase Konsolidasi Fase ini disebut juga fase sistematika. Pada fase ini studi lapangan dilakukan secara intensif dan bahan herbarium sudah lebih lengkap. Banyak tumbuhan yang dinyatakan sebagai jenis pada fase eksplorasi ternyata merupakan varian dari jenis lainnya dan banyak menemukan jenis-jenis baru. Pada fase ini flora dan dasar-dasar monografi mulai diterbitkan. Fase Biosistematika Fase ini disebut juga fase eksperimental. Pengetahuan terhadap tumbuhan bukan hanya pada distribusi geografis tetapi juga informasi pada tingkat yang lebih luas misalnya jumlah dan morfologi kromosom. Pada fase ini kegiatan yang menonjol adalah: analisis sistem kawin silang, pola variasi dan penelitian yang menyangkut aspek-aspek taksonomi di bidang kimia (kemotaksonomi), taksonomi kuantitatif (numerical taxonomy), sitologi, anatomi, embriologi, palinologi. Fase Ensiklopedik Fase ini merupakan koordinasi dari ketiga fase sebelumnya. Semua data (ciri taksonomi) yang ada dianalisis dan disintesis untuk membuat satu atau lebih sistem klasifikasi yang mencerminkan hubungan kekerabatan secara filogenetis. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Farmakognostik Pengertian dan sejarah Farmakognosi Istilah Farmakognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A. Seydler (1815), seorang peneliti kedokteran di Haalle Jerman, dalam disertasinya berjudul Anelecta Pharmacognostica. Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani, pharmacon yang artinya "obat" (ditulis dalam tanda petik karena obat disini maksudnya adalah obat alam, bukan obat sitetis) dan gnosis yang artinya pengetahuan. Jadi farmakognosi adalah pengretahuan tentang obat-obat alamiah (Sri mulyani, dkk, 2004). Farmakognosi mencakup seni dan pengetahuan pengobatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan, mikroorganisme dan mineral. Keberadaan farmakognosi dimulai sejak manusia pertama kali mulai mengenal penyakit, seperti menjaga kesehatan, menyembuhkan penyakit, meringankan penderitaan, menanggulangi gejala penyakit dan rasa sakit, serta semua yang berhubungan dengan minuman dan makanan kesehatan (Gunawan, 2004). Ruang lingkup Pemeriksaan Farmakognostik Identifikasi dan determinasi Tumbuhan Dalam melakukan suatu determinasi tanaman itu membutuhkan alat-alat khusus dalam mengolah tanaman bandotan tersebut di samping itu bahan-bahan tumbuhan tidak lupa pula untuk turut disertakan dalam penentuan determinasi ini yang meliputi beberapa eksemplar yang kalau dikumpulkan member gambaran yang lebih lengkap. Menentukan kunci determinasi tanaman dilakukan berdasarkan bentuk morfologi tanaman melalui uraian tanaman atau cirri-ciri umum tanaman secara lengkap serta tak lupa pula dari segi pengelompokkan atau klasifikasi tanaman yang mempermudah dalam menentukan kunci determinasi tanaman tersebut.. Dalam praktikum ini pula bertujuan untuk membuat herbarium baik itu herbarium basah maupun herbarium kering. Adapun pengertian dari herbarium adalah penyimpanan dan pengawetan tumbuhan. Untuk herbarium kering perlakuannya disimpan dalam keadaan kering sedangkan herbarium basah disimpan dalam keadaan basah dengan cairan tertentu. Pembuatan herbarium tanaman dilakukan dengan mengumpulkan seluruh bagian tanaman yang utuh (akar, batang, daun), termasuk bagian-bagian khusus tanaman seperti bunga, buah dan bij,bila tidak dikumpulkan secara lengkap akan susah untuk mengidentifikasinya serta jangan sekali-kali mengambil tanaman pada waktu yang berbeda kemudian dikumpulkan menjadi satu, itu akan membuat herbarium memberikan hasil yang tidak baik (Vansteenis,1972) . Didalam ruang lingkup pemeriksaan farmakognostik, dilakukan dentifikasi dan determinasi tumbuhan yaitu dengan 2, yiatu : Morfologi Tumbuhan Ilmu tumbuhan saat ini telah mengalami kemajuan yang demikian pesat, dari berbagai cabang ilmu tumbuhan yang sekarang telah berdiri sendiri adalah morfologi tumbuhan mempelajari tentang morfologi luar atau morfologi dalam arti yang sempit, yang selain memuat tentang istilah-istilah yang lazim dipakai dalam ilmu tumbuhan, kususnya dalam taksonomi tumbuhan, sekaligus juga berisi tuntunan bagaimana caranya mencandra (mendeskripsi) tumbuhan. Morfologi tumbuhan disini lebih menjelaskan tentang bagaimana bentuk batang,daun,akar,ataupun buah dari suatu tumbuhan, jadi, hanya akan menyangkut dua golongan tumbuhan yaitu: Pteridophyta (tumbuhan paku) dan Spermatophyta (tumbuhan biji). Rupanya morfologi tumbuhan tidak hanya menguraikan bentuk dan susunan tubuh tumbuhan saja, tetapi juga bertugas untuk menentukan apakah fungsi masing-masing bagian itu dalam kehidupan tumbuhan, dan selanjutnya juga berusaha mengetahui darimana asal bentuk dan susunan tubuh yang demikian tadi. Selain dari itu morfologi harus pula dapat memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa bagian-bagian tubuh tumbuhan mempunyai bentuk dan susunan yang beraneka ragam tersebut (Gembong,1999). Anatomi Tumbuhan Pengetahuan tentang anatomi tumbuhan adalah ilmu yang merangkum uraian organ, susunan, bagian, atau fungsi dari organ tumbuhan itu, pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari unsur-unsur anatomi serta fragmen pengenal jaringan serbuk yang khas, guna mengetahui jenis-jenis simplisia yang diuji berupa sayatan melintang, membujur atau serbuk dari tanaman Tinjauan Tentang Tanaman Dimana pada tinjauan tentang tanaman ini yaitu mencaku beberapa hal seperti Kindom, Super divisi, Divisi, Kelas, Sub kelas, Ordo, Famili, Genus, dan Spesisnya. Identifikasi Kandungan Kimia Tumbuhan (Asni, 2009) Uji dengan reaksi warna dilakukan terhadap hasil penyaringan zat berkhasiat baik sebagai hasil mikrosublimasi atau langsung terhadap irisan serbuk simplisia (uji histokimia) dan ekstrak, meliputi uji lignin, seberin, kutin, minyak lemak, minyk atsiri, getah dan resin, pati dan aleuron, lender dan pectin, selulosa, zat zamak atau tannin dan katekol, dioksiantrakinon bebas, fenol,saponin, flvanoid, karbohidrat, glikosida, glikosida antrakinon dan steroid contohnya : asam sinamat dipasahkan dalam bentuk Kristal dari tolu balsam setelah didihkan dengan air kapur + HCl + kalium permanganate terbentuk benzaldehid. Uji reaksi pengendapan dilakukan dengan melihat warna endapan yang terjadi contohnya uji alkaloid Mikrosubmasi untuk konstituen mudah menyublin dalam bentuk Kristal di lakukan uji KLT dan reaksi warna. Identifikasi Kandungan Kimia Tanaman Secara Kemotaksonomi Penggolongan Tanaman berdasarkan Kemotaksonomi (uraikan tentang penggolongan tanaman berdasarkan suku/familinya,disertai rumus struktur tiap golongan). Pengolongan tumbuhan bandotan ini mrupakan suku atau family compositae atau asteraceae atau tumbuhan yang mempunyai daun bersilang dan berhadapan. Bandotan ini merupakan herba terna semusim,tegak atau berbaring dan dari bagian ini keluar akarnya. khususnya di Indonesia tumbuhan ini merupakan tumbuhan pengganggu yang terkenal. Kegunaan Umum Tanaman Berdasarkan Kemotaksonomi Cara mengidentifikasi Kandungan Kimia Simplisia (Berdasarkan Literatur MMI/FI/Handbook lain).a. Reaksi warna 1. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat P, terjadi warna coklat kehijauan. 2. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat 10 N, terjadi warna hijau tua. 3. Pada 2 mg serbuk dau tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P 5% b/v dalam etanol, terjadi warna hijau. 4. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetesamonia (25%) P, terjadi warna coklat kehijauan. 5. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida P 5% b/v, terjadi warna hijau kecoklatan. b. Reaksi pengendapan Alkaloid Merupakan senyawa organic yang mengandung unsure nitrogen dan bersifat basa. Senyawa ini dijumpai pada golongan tanaman leguminosae, rubiaceae, ladoceae,dan liliaceae. Untuk menentukan adanya alkaloid maka ditimbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring, pindahkan masing-masing 3 tetes filtrate pada dua kaca arloji: Tambahkan 2 tetes mayer LP pada kaca arloji pertama, terbentuk endapan menggumpal berwarna putih Tambahkan 2 tetes bouchardat LP pada kaca arloji kedua, terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam BAB III URAIAN TANAMAN Kemangi (Ocinum sanctum) Klasifikasi tumbuhan Kemangi (Tjitrosoepomo, 2004) Regnum : Plantae Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae (Solonales, personatae) Famili : Labitae Genus : Ocinum Spesies : Ocinum sanctum Morfologi Tanaman Kemangi Bentuk pemerian dari tanaman kemangi (Ocinum sanctum) Warna hijau sampai hijau kecoklatan; bau aromatik, khas; rasa agak pedas. Dilihat dari morfologinya yaitu helaian daun bentuk jorong memanjang bundar telur, ujung runcing, pangkal daun runcing atau tumpul sampai membundar, tulang-tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal atau rata dan bergelombang, daging daun tipis, permukaan berambut halus, panjang daun 2,5 cm sampai 7,5 cm, lebar 1-2,5 cm, tangkai daun berpenampng bundar, panjang 1-2 cm berambut ( Steenis, 2006). Kandungan Kimia Tanaman Kemangi Kandungan kimia yang diperoleh yaitu orientin dan vicenin yang mampu melindungi struktur sel tubuh. Sedangkan cineole, myrcene dan eugenol berfungsi sebagai antibiotik almi dan antiperadangan. Selain itu kemangi kaya akan betakaroten dan magnesium, mineral penting yang berfungsi menjaga dan memelihara kesehatan jantung. Zat ariginin yang terdapat di dalam kemangi dapat berfungsi untuk memperkaya daya hidup sperma dan mencegah kemandulan. Ada lagi zat triptofan yang dapat menunda menopause (www. Desputro home’s Weblog.com). Khasiat Tanaman Kemangi Khasiat dari daun kemangi (Ocinum sanctum) dapat menyembuhkan diare, nyeri payudara, batu ginjal, gangguan pada vagina dan juga dapat mengatasi albuminaria yaitu adanya konsentrasi albumin di dalam air. Selain itu juga ampuh menyembuhkan sakit kepala, pilek, sembelit dan cacingan. Aroma daun kemangi dapat menolak gigitan nyamuk (Henry,_ A Dictionary of Practical Material Medical). Kunci Determinasi ( Steenis, 2006) 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b...,12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b..., 266b..., 267b..., 268b..., 271b... Bunga Pukul Empat (Mirabillis jalapa) a. Klasifikasi bunga pukul empat (Tjitrosoepomo, 2004) Regnum : Plantae Divisio : Magnoliophyta Class : Dicotyledoneae Sub class : Monochlamydeae Ordo : Caryophyllales Famili : Nyctaginaceae Genus : Mirabillis Spesies : Mirabillis jalapa b. Morfologi Bunga pukul Empat Daunnya tunggal, bentuk daun memanjang, letak daun menyiripberselang-seling, tepi daun rata, tulang daun menyirip. Pada batang,bentuknya bulat, arah tumbuh tegak lurus, permukaan licin. Pada akar termasuk akar tunggang. c. Kandungan Kimia Bunga Pukul Empat Kandungan kimia Mirabillis jalapa yaitu daun dan bunga mengandung saponin (Lavanoida, disamping itu daunnya juga mengandung tanin dan bunga politenol), biji mengandung flavanoida dan politenol, akar mengandung betaxanthis, buah mengandung zat tepung, lemak, zat asam lemak dan zat asam minyak. d. Khasiat Bunga Pukul Empat Khasiat Bunga Pukul Empat yaitu untuk radang amandel, infeksi saluran kencing, keputihan, erosi mulut rahim, radang sendi yang akut. Di samping itu, pada daunnya berkhasiat sebagai obat bisul, akarnya untuk mengobati sembelit dan bengkak, bijinya sebagai bahan kosmetika. Kunci Determinasi Bunga Pukul Empat Familia 42. Nyctaginaceae 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b..., 12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b...,266b..., 267b..., 273b..., 276b..., 278b..., 279a..., 280a... Gandarusa (Justicia gendarussa) Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Justicia Jenis : Justicia gendarussa Morfologi Habitus : Perdu, tegak, tinggi ± 1,8 m. Batang : Berkayu, segi empat, bercabang, beruas, coklat. Daun : Tunggal, lanset, panjang 3-6,20 cm, lebar 1,5-3,5 cm, pertulangan menyirip, berhadapan, bertangkai pendek, hijau tua Bunga : Majemuk, bentuk malai, panjang 3-12 cm, putik ungu,kepala sari kuning, mahkota bentuk tabung,berbibir dua, ungu Buah : Bentuk gada, bertiji empat, licin, masih muda hijau setelah tua hitam Biji : Kecil, keras, coklat. Akar : Tunggang, coklat muda Khasiat Daun Justicia gendarussa berkhasiat sebagai obat pegal linu, obat pening dan obat haid tidak teratur.Untuk obat sakit pegal linu dipakai ± 15 gram daun segar Justicia gendarussa, dicuci, ditambah satu sendok teh minyak kelapa digerus sampai lumat,kemudian digosokan pada bagian yang sakit. d. Kandungan kimia Daun Justicia gendarussa mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan tanin. e. Kunci determinan 1.b…2.b…3.b…4.b…6.b…7.b…9.b…10.b…11.b…12.b…13.b…14.b…16.a….239.b….243.b…244.b…248.b….249.b…250.b…266.b…267.b…273.b…276.b…278.b…279.b….282.b….283.b…284.b…285.b 4. Daun Mangkokan (Nothophanax scutellaris) a. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Nothopanax Jenis : Nothopanax scutellaris b. Morfologi Dimana tanaman ini merupakan tanaman yang banyak ditemukan pada dataran tinggi yang merupakan daun tunggal berbentuk bulat berlekuk, letak daunnya beranak daun 1, tepi daunnya bergerigi, pertulangan daunnya menyirip berwarna hijau. Bentuk batangnya bulat (teres), panjang dan lurus, arah tumbuh batangnya monopodial, berwarna coklat, batangnya berkayu dan bercabang. Jenis akar tunggang, berwarna coklat, dan arah perakarannya tumbuh kebawah. Kegunaan Masyarakat Sumatra banyak menggunakan daun mangkokan muda sebagai campuran gulai otak atau gulai ikan, selain itu dauin ini juga enak diolah menjadi cam[uran urap, campuran pepes maupun pecel. Daun mudanya bisa dimakan mentah sebagai lalapan dengan sambal. Aromanya khas seperti daun kenikir. Aroma daun mangkokan dapat mengurangi aroma amis pada hidangan ikan dan jerowan maupun daging. Daun mangkokan juga dapat digunakan sebagai penyubur rambut, radang payudara, sukar kencing, bau badan, luka, pembengkakan dan melancarkan pengeluaran asi. Kandungan Kimia Batang dan daun mengandung kalsium-oksalat, peroksidase, amygdalin fosfor, besi, lemak, protein serta vitamin A, B1 dan C. Kunci Determinasi 1b…,2b…,3b…,4b…,6b…,7b…,9b…,10b…,12b…,13a…,14a…,15b…197b…208a…, 209b….210b…211a….212b…213a…(Araliaceae) 5.. Bayam duri (Amaranthus spinosus) a. Klasifikasi tumbuhan bayam duri (Tjitrosoepomo, 2004)    Kingdom : Plantae  (tumbuhan)    Subkingdom : Tracheobionta   (berpembuluh)    Superdivisio : Spermatophyta   (menghasilkan biji)    Divisio : Magnoliophyta   (berbunga)    Kelas : Magnoliopsida   (berkeping dua / dikotil)    Sub-kelas : Hamamelidae    Ordo : Caryophyllales Famili : Amaranthaceae Genus : Amaranthus Spesies : Amaranthus spinosus b. Morfologi Bayam duri Bayam Duri terna semusim, tumbuh tegak, tinggi bisa mencapai 1 m.  Batang berwarna hijau atau atau kemerahan. bercabang banyak, berduri.  Daun tunggal, bundar telur sampai lanset, tepi rata, bertangkai panjang, letak berseling.  Bunga berkelamin tunggal, warna hijau agak putih.  Buah bulat panjang, biji kecil, warna hitam.   ( Steenis, 2006). c. Kandungan Kimia Tanaman Bayam duri Kandungan kimia Amaranthus spinosus yaitu amaruntin, rutin, spinasterol, hentriakontan, tanin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat besi serta vitamin (www. Desputro home’s Weblog.com). d. Khasiat Tanaman Bayam duri Khasiat tanaman bayam duri yaitu pembersih darah, pelancar ASI, demam, eksim, bisul, bronkhitis, kencing nanah dandiuretik, peluruh haid, peluruh dahak, penawar racun dan menghilangkan bengkak (Henry,_ A Dictionary of Practical Material Medical). e. Kunci Determinasi ( Steenis, 2006 ) 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b..., 12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b..., 266b..., 267a..., 268a..., 269b..., 270b... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Identifikasi kemotaksonomi No Bahan Baku Aktivitas Farmakologi Kandungan kimia Pustaka etnofarmakologi 1 Ocinum folium Mencegah kemandulan, bau badan, ereksi, menopause . Sakit perut, pelumas terhadap encok. Minyak atsiri, triptopan, betakaroten. 2 Gandrusa folium Memar, sakit kepala, rematik, sedatif, antipiretik. Alat kontrasepsi pria, tanaman hias. Alkaloid, saponin, flavanoid, polifenol, minyak atsiri. 3 Amaranthus folium Kencing nanah, gangguan pernapasan, bronkhitis, memproduksi asi, tambah darah. Bahan makanan, tanaman hias, diuretik, penambah darah. Amaruntin, rutin, spinasterol, hentriakontan, tanin, kalium. 4 Mirabilis folium Obat bisul, sembelit, bengkak, bahan kosmetik Tanaman hias Saponin, flavanoid, beta xantin, zat tepung, polifenol. 5 Nothopanax folium Radang payudara, bau badan, pembengkakan Bau badan, penyubur rambut, bumbu masak Kalsium oksalat, besi, fosfor, protein, Vit A, B1 dan C. PEMBAHASAN Tumbuhan sangat penting tidak hanya sebagai bahan sandang, pangan, papan tetapi juga sebagai penghasil bermacam-macam senyawa kimia. Sebagian besar dari senyawa kimia yang diambil dari tumbuhan berupa metabolit sekunder (Mann, 1989). Metabolit sekunder merupakan hasil yang khas dari tumbuhan, dibentuk dan diakumulasikan pada bagian-bagian tertentu dari tumbuhan. Lindsey & Jones (1989) menyatakan bahwa manfaat metabolit sekunder adalah : Melalui kultur jaringan tumbuhan dapat dibentuk senyawa yang bermanfaat dalam kondisi terkontrol dan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Sel-sel tumbuhan dapat diperbanyak dengan mudah untuk memperoleh metabolit tertentu. Pertumbuhan sel secara otomatis terawasi dan proses metabolisme dapat diatur secara rasional. Hasil produksi yang diperoleh lebih konsisten, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Melalui kultur jaringan tumbuhan dapat dibentuk senyawa baru yang tidak terdapat dalam tanaman induknya dan senyawa baru ini mungkin berguna untuk dikembangkan atau dimanfaatkan lebih jauh. Kultur tidak bergantung pada kondisi lingkungan seperti keadaan geografis, iklim, musim dan tidak memerlukan lahan yang luas. Kondisi tempat tumbuh juga sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat. Sintesis kerangka karbon dari metabolit sekunder yang aktif sangat tergantung pada sinar matahari sebagai sumber energi untuk fotosintesis. Oleh karena itu lama waktu, intensitas dan spektrum sinar matahari selama pertumbuhan sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat. Cuaca panas disukai dalam proses fotosintesis dan sebaliknya cuaca hujan menghambat pembentukan alkaloid pada berbagai species (Bernard, 1986). Memang sangat sulit mengatur cuaca sesuai dengan kebutuhan, hal ini mempunyai implikasi terhadap kualitas produk fitofarmaka yang dihasilkan nantinya. Sebagai contoh adalah tanaman Atropa belladonna yang ditumbuhkan di Peninsula Crimean mengandung alkaloid aktif sebesar 1,3%, sedangkan yang ditumbuhkan di Leningrad ternyata hanya mengandung 0,3% alkaloid aktif (Waller dan Nowacki, 1978). Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Definisi taksonomi adalah ilmu untuk menggolong-golongkan makhluk hidup (Mayr et al., 1953). Lebih lanjut, Simpson (1961) mendefinisikan taksonomi sebagai suatu kajian teoritik tentang penggolongan, termasuk di dalamnya dasar-dasar, prinsip, cara kerja dan aturan-aturan yang berlaku. Sementara Evans (1984) menyatakan bahwa taksonomi juga mencakup penemuan pola-pola yang ada di dalam suatu keanekaragaman. Identifikasi Kemoktasonomi. Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani, pharmakon yang artinya “obat” dimana obat yang dimaksud disini adalah obat alam bukan obat sintesis dan gnosis yang artinya pengetahuan. Jadi, Farmakognosi adalah pengetahuan tentang obat-obat alamiah. Kemotaksonomi adalah pengelompokan tanaman berdasarkan kandungan kimianya. Fitofarmaka adalah sediaan obat tradisional yang telah terbukti keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari bahan tanaman yang memenuhi persyaratan yang berlaku. Etnofarmasi sebagai salah satu interdisipliner ilmu pengetahuan berkenan dengan studikefarmasian yang mempertimbangkan hubungan dengan faktor penentu budaya yang mengenali penggunaan suatu obat oleh manusia berdasarkan kelompok,penggolongan dan teori kategorisasi bahan alami yang akan diproduksi (ethnobiologi). Farmakognosi merupakan cara pengenalan cirri-ciri atau karakteristik obat yang berasal dari bahan alam .Farmakognosi mencakup seni dan pengetahuan pengobatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan, mikroorganisme, dan mineral. Perkembangan farmakognosi saat ini sudah melibatkan hasil penyarian atau ekstrak yang tentu akan sulit dilakukan indentifikasi zat aktif jika hanya mengandalkan mata. Dengan demikian, cara identifikasi juga semakin berkembang dengan menggunakan alat-alat cara kimia dan fisika. Sehubungan dengan hal tersebut muncul berbagai macam upaya dalam mencari dan menemukan bahan-bahan alam khususnya tanaman untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan obat dan usaha meminilisasi kekurangannya, salah satu caranya dengan melakukan penelitian untuk memperoleh data-data tentang tanaman obat tradisional yang dijadikan sebagai salah satu syarat standar resmi yang berlaku dalam pengolahan bahan baku tanaman obat. Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas. Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka jauh mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan dengan obat-obatan modern. Ini disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang setara dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Pada dasarnya pembagian obat-obatan alami hingga saat ini, dapat dikelompokkan atas 3 yaitu: Jamu-jamuan Suatu sediaan obat yang berasal dari bahan alam tanpa tambahan bahan kimia (sintetis) lainnya, yang penggunaannya berdasarkan kepercayaan masyarakat secara turun temurun selama berpuluh hingga beratus tahun. Jamu-jamuan tidak memerlukan pengujian apapun, baik preklinis maupun klinis. Herbal terstandar Merupakan sediaan jamu-jamuan yang telah diuji di laboratorium secara pre klinis, yaitu dengan menggunakan hewan-hewan percobaan. Seperti mencit, tikus, kelinci, monyet, kuda, dsb. Sediaan ini telah diketahui khasiatnya melalui hewan-hewan percobaan namun belum diuji langsung khasiatnya terhadap manusia. Sediaan ini juga telah distandarisasi, baik proses pembuatan hingga pengemasan sehingga setiap batch produk memiliki standar tersendiri yang tidak berubah-ubah. Fitofarmaka Berawal dari sediaan jamu-jamuan yang kemudian distandarisasi dan diuji preklinis hingga dikatakan sebagai ‘herbal terstandar’. Kemudian dilakukan pula uji klinis terhadap manusia, jika berhasil maka sediaan ini dapat dikatakan sebagai Fitofarmaka. Jadi dapat dikatakan penggunaan fitofarmaka sudah memiliki dasar ilmiah yang jelas dan telah melewati uji preklinis dan klinis sehingga efektivitasnya lebih terpercaya. Telah disampaikan tentang peracikan obat tradisional dengan komposisi yang rasional. Contoh simplisia yang disampaikan dalam makalah ini tidak menutup pengetahuan dari literatur lain yang menunjang serta perkembangan penelitian yang lebih mutakhir. Oleh karena itu, penulis juga menganjurkan kepada pembaca yang berminat mendalami pengetahuan ini agar memperkaya dengan tambahan pengetahuan dari sumber-sumber lain. Pemahaman akan lebih baik lagi bila ditunjang dengan pengenalan tentang tanaman obat yang mudah dijumpai di wilayah masing-masing. Pengetahuan dan pemahaman tentang hal ini akan sangat berguna, khususnya bagi petugas kesehatan yang terlibat langsung dengan pembinaan dan pengawasan obat tradisional di wilayah kerjanya. BAB V PENUTUP Kesimpulan Identifikasi kemotaksonomi Berdasarkan dari percobaan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : Ocinum folium (Mencegah kemandulan, bau badan, ereksi, menopause ), Gandrusa folium (Memar, sakit kepala, rematik, sedatif, antipiretik), Amaranthus folium (Kencing nanah, gangguan pernapasan, bronkhitis, memproduksi asi, tambah darah), Mirabilis folium (Obat bisul, sembelit, bengkak, bahan kosmetik ), Nothopanax folium (Radang payudara, bau badan, pembengkakan). Saran Semoga laboratorium farmakognosi ke depannya lebih lengkap lagi baik dalam hal kelengkapan alat maupun bahan-bahan yang akan digunakan dalam praktikum. DAFTAR PUSTAKA Amin Asni, 2009. “Penuntun Praktikum farmakognosi II” UMI-Press : Makassar Ditjen POM. 1979.Farmakope Indoneia Edisi III. Depkes RI :Jakarta. Sri, Mulyani dkk. 2004. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press :., Yogyakarta. Redaksi Agromedia,2008. Tanaman Obat. Jakarta. Tjitrosoepomo.G, 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Wijaya H. M. Hembing. 1992. ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 :Jakarta .  www.google.com   Identifikasi Kemataksonomi Bahan Baku Sediaan Fitofarmasi

1 komentar:

  1. Artikelnya sangat bagus, kalau bisa saya hendak meminta keterangan dari keterangan kunci determinasi Mangkokan Nothopanax scutellarium Merr. nya...

    BalasHapus