Jumat, 18 Mei 2012

PENETAPAN KADAR SARI DAN KADAR ABU

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA PENETAPAN KADAR SARI DAN KADAR ABU ANITA ADRIANA ANAS 150209171 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2012 PENETAPAN KADAR SARI DAN KADAR ABU Pengawasan bahan baku yang dilakukan laboratorium yaitu memeriksa kadar zat yang terkandung dalam simplisia secara destruksi, destilasi, dan ekstraksi atau sesuai dengan prosedur penetapan dari masing-masing bahan. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap bahan tambahan dan produk jadi. Beberapa contoh pemeriksaan yang dilakukan antara lain:a. Penetapan kadar sari bahan jamu Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan ini dilakukan untuk simplisia yang tidak ada cara yang memadahi baik kimia atau biologi untuk penentuan konstituen aktifnya. Penetapan kadar sari dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. Kedua cara ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam simplisia. b. Penetapan kadar tannin Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar tanin dalam bahan baku jamu. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan kualitas dan kemurnian dari simplisia yang diuji. c. Penetapan kadar abu Abu adalah sisa pembakaran sempurna bahan organik (residu yang tidak menguap bila suatu bahan dibakar dengan cara tertentu). Secara kimia abu dapat didefinisikan sebagai oksida logam dan bahan-bahan lain yang tidak dapat dibakar. Dalam kaitan dengan simplisia, abu merupakan indicator derajat kebersihan penanganan simplisia.Secara alami didalam simplisia terdapat logam. Logam-logam ini merupakan komponen hara tumbuhan yang dapat merupakan komponen molekul penting dalam reaksi biokimiawi tumbuhan. Logam-logam tersebut merupakan abu fisiologis. Sebagian besar abu fisiologis ini larut air. Pada saat penyiapan, simplisia dapat terkotaminasi oleh tanah, pasir, dsb. Pasir merupakan senyawa silikat yang tidak terbakar. Senyawa silikat ini tidak larut asam, sehingga merupakan komponen penyusun abu tidak larut asam.Oleh karena itu, kadar abu dalam simplisia harus ditentukan untuk melihat kadar senyawa pengotor yang terkandung di dalamnya. Bila kadar abu simplisia melebihi persyaratan yang ditentu maka simplisia tersebut tidak boleh digunakan untuk bahan baku pembuatan jamu. d. Penetapan logam berat Logam berat merupakan bahan berbahaya yang sama sekali tidak diperbolehkankan ada dalam simplisia. Pengujian ini sangat penting untuk menjamin keamanan dari bahan baku maupun produk jamu jadi yang siap dikonsumsi. e. Penetapan kadar minyak atsiri Minyak atsiri adalah kandungan utama beberapa simplisia bahan baku jamu. Minyak atsiri sering disebut volatile oil, oleh karena sifatnya yang sangat mudah menguap, bahkan dalam suhu kamar. Kadar minyak atsiri dapat menunjukkan kualitas dari simplisia yang diperiksa. Selain mengerjakan pemeriksaan di atas, laboratorium juga menentukan berat jenis, rotasi optik, indeks bias, pH minyak berkhasiat dari bahan baku serta menetapkan kadar bahan pembantu berdasarkan farmakope Indonesia. 1. Penetapan Kadar Sari Simplisia Penetapan Kadar Sari pada simplisia meliputi penetapan kadar sari yang larut dalam air dan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, prosedurnya sebagai berikut : Penetapan kadar sari yang larut dalam air Sampel serbuk sebanyak 5 g dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL kloroform, ekstraksi dilakukan dalam labu bersumbat, berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Sebanyak 20 mL filtrat disaring dan diuapkan sampai kering dalam cawan porselen, hasil penguapan dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol Sampel serbuk sebanyak 5 g dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol 95%, ekstraksi dilakukan dalam labu bersumbat, berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Filtrat disaring lalu diambil sebanyak 20 mL filtrat dan diuapkan sampai kering dalam cawan porselen, hasil penguapan dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. 2. Penetapan kadar abu simplisia Penetapan kadar abu pada simplisia meliputi penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar abu yang larut air. A. Penetapan kadar abu Sampel serbuk yang telah digerus sebanyak 3 gram dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan, lalu diratakan. Sampel dipijarkan perlahan-lahan sampai arang habis, dinginkan, kemudian ditimbang. Air panas dapat ditambahkan jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, kemudian disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa abu dan kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. B. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 mL asam klorida encer (10%) selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. C. Penetapan kadar abu yang larut dalam air Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 mL air selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas dan dipijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450oC, sampai bobot tetap, ditimbang. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut dalam air. Kadar abu yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara . Sumber : diadaptasi dari Materia Medika Indonesia Jilid VI. 1995, Departemen Kesehatan RI. Jakarta. sumber : http://blog.pharmacy-science.com/farmakognosi/penetapan-kadar-sari.html

IDENTIFIKASI JAMU SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA IDENTIFIKASI JAMU SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) IRA ASMALIANI 150209350 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2012 IDENTIFIKASI JAMU SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) PENDAHULUAN Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak(cair atau gas). Kromatografi juga merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi.Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa. KLT ini mirip dengan kromatograafi kertas, hanya bedanya kertas digantikan dengan lembaran kaca tau plastik yang dilapisi dengan lapisan tipis adsorben seperti alumina, silike gel, selulosa atau materi lainnya. Lapisan tipis adsorben pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Kromatografi lapis tipis lebih bersifat reproduksibel ( bersifat boleh diulang) dari pada kromatografi kertas. Sebagai fasa diam dalam KLT berupa serbuk halus dengan ukuran 5 – 50 mikrometer. Serbuk halus ini dapat berupa adsorben penukar ion. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan gel, alumina, dan serbuk selulosa. Partikel  silica gel mengandung gugus hidrosil dipermukaannya yang akan membentuk ikatan hydrogen dengan molekul – molekul pokar. Untuk membuat lapisan tipis pada KLT perlu dibuat bubur (slurry) ber air dari serbuk halus tadi. Zat pengikat dapat menggunakan gips, barium sulfat, polivenil alcohol atau kanji perlu ditambahkan, untuk membantu peletakan lapisan tipis pada penyangga. Bubuk halus ini kemudian ditebarkan pada papan penyangga (kaca, plastik atau aluminium), secara merata sehingga diperoleh ketebalan lapisan 0,1 – 0,3 mm. lapisan tipis adsorben diaktifkan dengan pengeringan didalam oven pada suhu 100 oC selama beberapa jam. TINJAUAN PUSTAKA Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. ( Imam Haqiqi, Sohibul,2008 ) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. ( Anggraeni, Megawati,2009 ). Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. ( Anggraeni, Megawati,2009 ) Keuntungan KLT dibandingkan dengan Kromatografi Kertas, ialah lebih serba guna, cepat, kepekaannya lebih tinggi, dan pemisahan komponen senyawa yang lebih sempurna. Kromatografi ini melibatkan dua sifat : Sifat fase diam atau sifat lapisan dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap. Sifat fase gerak dapat berupa hamper segala macam pelarut atau campuran pelarut. Prinsip pemisahan komponen senyawa dalam KLT didasarkan pada prinsip adsiorbsi dan partisi. Adsorbs adalah proses terserapnya suatu senyawa pada bagian permukaan zat penjerap (zat padat). Besarnya adsorbs sangat tergantung dari sifat kepolaran zat elektrostatik antara kedua permukaan tidak sejenis, secara fisika dikatakan gaya tarik-menarik antar muka karena adanya perbedaan muatan. Partisi adalah perpindahan massa atau senyawa berdasarkan tingkat kepolaran dengan bantuan eluen (fase gerak). Komponen yang terlarut akan terbawa oleh fase diam (penjerap) dengan kecepatan perpindahan yang berbeda-beda akibat adanya gaya kapiler antara fase gerak dan fase diam.(asni amin, 2012). Kromatografi lapis tipis juga bisa dilakukan pada sudstansi yang tidak berwarna :a. Menggunakan pendarflour fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendarflour ketika diberikan sinar ultraviolet ( UV ). Itu berarti jika menyinarkannya dengan sinar UV akan berpendar. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak ini tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa penyinaran sinar UV pada lempengan akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak seperti bidang kecil yang gelap. Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, dan tandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Seketika anda mematikan sinar UV, bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali. b. Menggunakan bercak secara kimia Untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa - senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu. Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan. (Anggraeni, 2009) Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.Pelaksanaan ini biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna atau pemisahan dan isolasi pigment tanaman yang berwarna hijau dan kuning.a. Kromatogram Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan warna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat pewarna.Contoh pelaksanaan kromatografi lapis tipis : Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk / tinta ikut naik ke atas. Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan pada sebuah gelas kimia bertutup berisa pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bahwa kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak dari perbedaan bercak warna.b. Perhitungan nilai Rf Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan.Pengukuran berlangsung sebagai berikut : Nilai Rf untuk setiap warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini didasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang ditempuh oleh bercak warna masing-masing.Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan. Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut :Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen / jarak yang ditempuh oleh pelarutc. Mengidentifikasi senyawa-senyawa Dimisalkan campuran asam amino yang ingin diketahui senyawanya.Caranya: Setetes campuran ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan bercak-bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga ditempatkan pada disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan lalu ditempatkan pada posisi berdiri dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Dalam gambar, campuran adalah M dan asam amino yang telah diketahui ditandai 1-5. KESIMPULAN Kromatografi lapis tipis adalah pemisahan zat berdasarkan kepolarannya, prinsipnya ada dua yakni partisi dan absorbsi. Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography). Metodenya ada dua fase gerak ( pelarutnya ) dan fase diam ( sampelnya ). Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Setelah itu dilihat penampakan noda pada lampu UV 254 dan 366 nm. Lalu dihitung nilai Rf nya, yaitu jarak perambatan noda . DAFTAR PUSTAKA Amin, Asni.2012. Penuntun Praktikum Farmakognosi 2. Laboratorium Farmakognosi Farmasi UMI : Makassar Anggraeni, Megawati. 2009. Kromatografi Lapis Tipis. http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html. diakses tanggal 03 juni 2011 pukul 14:00 wib Hafni, Aswita. 2010. Kromatografi Kertas. http://mimin-mien.blogspot.com/2010 /03/kromatografi-kertas.html. diakses tanggal 03 juni 2011 pukul 14:10 Haqiqi, Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. nadjeeb.files.wordpress .com /2009/10/kromatografi.pdf

MAKALAH Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik Sediaan Fitofarmasi

KATA PENGANTAR Assalamu ‘alaikum Wr. Wb Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam terpatri kepada kekasih Allah, panutan kita Muhammad SAW Al-mustofah sebagai uswatun khasanah bagi orang-orang mukmin. Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen selaku koordinator laboratorium farmakognosi 2 dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin . Penulis BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam halkeanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telahdiidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka,yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat,makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman.Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satunegara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahanbaku tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar. Manusia telah mengenal pengobatan tradisional sejak berabad-abad lalu ketika manusia mengetahui bahwa tumbuh-tumbuhan dapat dijadikan sebagai obat. Namun penemuan-penemuan tersebut bukan berdasarkan perbuatan-perbuatan yang rasional, melainkan karena perasaan instriktif yang ternyata dapat memberikan sesuatu yang diharapkan yaitu dapat mengurangi dan menyembuhkan rasa sakit. Pengetahuan tersebut telah diturunkan secara turun-temurun dengan penuturan-penuturan secara lisan dan masih dipertahankan sampai saat ini. Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka, fitofarmaka ataulebih dikenal dengan tanaman obat, sangat berpotensi dalam pengembanganindustri obat tradisional dan kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutanalam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani. Bila adapun, teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan persyaratan bahan bakuyang diinginkan industri , yaitu bebas bahan kimia dan tidak terkontaminasi jamurataupun kotoran lainnya. Pada makalah farmakognosi ini, kita akan melakukan penelitian terhadap pada suatu yang diawali oleh mengidentifikasi kemotaksonominya dan akan diakhiri dengan pembuatan produk dari sampel tersebut. Sudah selayaknya dilakukan penelitian dan pengembangan dari tanaman-tanaman tersebut agar dapat diketahui senyawa kimia apa saja yang terkandung di dalamnya, sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat. Maksud Maksud percobaan adalah agar mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik sediaan jamu. Tujuan Adapun tujuannya, yaitu: Mengidentifikasi simplisia penyusun sediaan jamu secara organoleptik. Membuat pengelompokkan simplisia penyusun sediaan jamu berdasarkan khasiat dan kandungannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herba terstandar. Akan tetapi pada dasarnya sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan alami. Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas. Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka jauh mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan dengan obat-obatan modern. Ini disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang setara dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Fitofarmaka harus memenuhi beberapa  kriteria, diantaranya : Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes RI) 1. Tahap seleksi Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut: Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasar pengalaman pemakaian empiris sebelumnya Jenis OA yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya. Tahap penelitian farmakodinamik Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh Pra klinik, in vivo dan in vitro, Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka. Tahap pengembangan sediaan (formulasi) Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik Teknologi farmasi tahap awal Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA Tahap uji klinik pada manusia Ada 4 fase yaitu: Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari fase 2 Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3. Obat tradisional merupakan obat yang didapat dari bahan alam (mineral, tumbuhan, atau hewan ) diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional. (Syamsuni, 2005). Obat tradisional umumnya menggunakan bahan-bahan alam yang lebih dikenal sebagai simplisia. Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.(Amin, 2009) . Salah satu obat tradisional Indonesia yaitu jamu. Jamu sudah dikenal sudah berabad-abad di Indonesia yang mana pertama kali jamu dikenal dalam lingkungan Istana atau keraton. Jaman dahulu resep jamu hanya dikenal dikalangan keraton dan tidak diperbolehkan keluar dari keraton. Tetapi seiring dengan perkembangan jaman, orang-orang lingkungan keraton sendiri yang sudah modern, mereka mulai mengajarkan meracik jamu kepada masyarakat diluar keraton sehingga jamu berkembang sampai saat ini tidak saja hanya di Indonesia tetapi sampai ke luar negeri. Bagi masyarakat Indonesia, Jamu adalah resep turun temurun dari leluhurnya agar dapat dipertahankan dan dikembangkan. Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayu. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK SEDIAAN JAMU Jamu, obat tradisional Indonesia yang di duga berasal dari keraton Surakarta dan Yogyakarta di jawa Tengah, dari praktik budaya Jawa Kuno dan juga sebagai hasil pengaruh obat Cina, India dan Arab. Jamu berisi unsur-unsur TCM, seperti mengobati penyakit-penyakit “panas’ dengan obat “dingin”, da ayurveda, yang menggunakan aspek religius dan pemijatan sangat penting. (Heinrich,M.2009). Sedian Jamu umumnya terdiri dari beberapa jenis simplisia yang berkhasiat farmakologi, baik berbentuk rajangan kasar contohnya jamu godog, maupun berbentu halus atau serbuk,adapula dalam bentuk ekstrak herbal terstandar, bahkan sedian bahan alam telah berbentuk sedian fitofarmaka (seperti temulawak, dan daun jambu).(anonim,2010) Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.(MMI,1995) Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum merupakan zat kimia murni (MMI,1995). Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.(MMI,1995) Simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (MMI,1995). Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.(Makhmud,Ilham,etc.2007) Bahan  baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut terdapat dalam produk ruahan.(Makhmud,Ilham,etc.2007) Perbedaan antara Jamu, ekstrak herbal terstandar dan fitofarmaka terletak terletak pada pengujian farmakologinya dan standarisasi bahan penanda (marker) yang ada dalam sediaan tersebut. jamu sebagai bentuk sediaa campuran simplisia masih dikelola secara sederhana oleh industri rumah tangga, sehingga dalam proses produksi dan pengemasan masih sangat sederhana dan dibawah standar GMP(Good Manufacturing Practice), selain itu pemberian ijin usaha dan pengawasan secara hukum tidak berada dalam satu Koordinasi dikarenakan tidak  dilakukan di bawah satu Instansi pemerintah saja (BPOM), tetapi dapat pula dilakukan oleh Dinas kesehatan Kota. Kurangnya Koordinasi dari pihak pemerintah menyebabkan BKO (Bahan Kimia Obat) yang ditemukan dalam sedian jamu. (Anonim,2010). Pemeriksaan organoleptik dilakukan menggunakan pancaindera dengan mediskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa sebagai berikut:(Dirjen POM,2000) Bentuk             : Padat, serbuk, kering, kental, cair Warna              : warna dari ciri luar , dan wara bagian dalam Bau                    : Aromatik, tidak berbau adn lain-lain Rasa                  : Pahit, manis, khelat dan lain-lain Ukuran             : Panjang, lebar, dan diamdietil eter sediaan dalam satuan um,mm,cm,inci dan Mesh Agar dapat mendukung hasil pemeriksaan, maka simplisia yang telah di identifikasi di kelompokkan berdasarkan jenisnya (spesies) dan khasiatnya . PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK SEDIAAN JAMU Seperti halnya pemeriksaan makroskopik sediaan jamu, pemeriksaan mikroskopik juga digunakan untuk menjamin kebenaran dari simplisia penyusun sediaan jamu dengan mengamati bentuk fragmen spepisifik penyusun pada sediaan jamu. (Anonim,2010), Berbeda dengan obat-obatan modern, standar mutu untuk jamu didasarkan pada bahan baku dan produk akhir yang pada umumnya belum memiliki baku standar yang sesuai dengan persyaratan. Simplisia nabati, hewani dan pelican yang dipergunakan sebagai bahan untuk memperoleh minyak atsiri, alkaloid, glikosida atau zat berkhasiat lainnya, tidak perlu memenuhi persyaratan yang tertera pada monografi yang bersangkutan. Identifikasi simplisia dapat dilakukan berdasarkan uraian mikroskopik serta identifikasi kimia berdasarkan kandungan senyawa yang terdapat didalamnya (MMI,1995) Uji mikroskopik dilakukan dengan mikroskopik yang derajat perbesarannya disesuaikan denga keperluan. Uji mikroskopik serbuk jamu tidak hanya dapt dilakukan melihat bentuk anatomi jaringan yang khas, tetapi dapat pula menggunakan uji histokimia dengan penambahan pereaksi tertentu pada serbuk sediaan jamu uji, dan zat kandungan simplisia uji akan memebrikan warna spesifik, sehingga mudah di deteksi(Anonim, 2010). Pemeriksaan anatomi serbuk dari suatu simplisia memiliki karakteristik tersendiri, dan merupakan pemeriksaan spesifik suatu simplisia atau penyusun jamu. sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopik harus di pahami bahwa masing-masing jaringan tanaman berbeda bentuknya. ( Egon,1985) ciri khas dari masing-masing organ batang, akar dan rimpang umumnya memiliki jaringan penyusun primer yang hampir sama yaitu epidermis,korteks dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutannya. Tipe berkas pengangkut umumnya mengacu pada kelas tanaman seperti monokotil memiliki tipe berkas pengankutan terpusat (konsentris), dan pada dikotil tersebar (kolateral). (Egon,1985) Sedangkan jaringan sekunder pada organ batang , akar dan rimpang berupa periderm , dan ritidorm. Rambut penutup dan stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tipe sel idoblas seringkalai menunjukkan ciri spesifik suatu bahan nabati.(Egon,1985) BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Tanaman Kemangi (Ocinum sanctum) Klasifikasi tumbuhan Kemangi (Tjitrosoepomo, 2004) Regnum : Plantae Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae (Solonales, personatae) Famili : Labitae Genus : Ocinum Spesies : Ocinum sanctum Morfologi Tanaman Kemangi Bentuk pemerian dari tanaman kemangi (Ocinum sanctum) warna hijau sampai hijau kecoklatan; bau aromatik, khas; rasa agak pedas. Dilihat dari morfologinya yaitu helaian daun bentuk jorong memanjang bundar telur, ujung runcing, pangkal daun runcing atau tumpul sampai membundar, tulang-tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal atau rata dan bergelombang, daging daun tipis, permukaan berambut halus, panjang daun 2,5 cm sampai 7,5 cm, lebar 1-2,5 cm, tangkai daun berpenampng bundar, panjang 1-2 cm berambut ( Steenis, 2006). Mikroskopik Pada penampang melintang melalui tulang daun tampak epidermidis atas terdiri dari satu lapis sel kecil, bentuk segi empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin. Pada pengamatan tangensial bentuk poligonal, berdinding lurus atau agak berkelok-kelok. Epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel kecil bentuk empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin. Jaringan palisade terdiri dari selapis sel bentuk silindrik panjang dan berisi banyak butir klorofil. Jaringan bunga karang, dinding poligonal, dinding sampai lurus atau agak berkelok tipis, mengandung butir klorofil. Kandungan Kimia Tanaman Kemangi Kandungan kimia yang diperoleh yaitu orientin dan vicenin yang mampu melindungi struktur sel tubuh. Sedangkan cineole, myrcene dan eugenol berfungsi sebagai antibiotik almi dan antiperadangan. Selain itu kemangi kaya akan betakaroten dan magnesium, mineral penting yang berfungsi menjaga dan memelihara kesehatan jantung. Zat ariginin yang terdapat di dalam kemangi dapat berfungsi untuk memperkaya daya hidup sperma dan mencegah kemandulan. Ada lagi zat triptofan yang dapat menunda menopause (www. Desputro home’s Weblog.com). Khasiat Tanaman Kemangi Khasiat dari daun kemangi (Ocinum sanctum) dapat menyembuhkan diare, nyeri payudara, batu ginjal, gangguan pada vagina dan juga dapat mengatasi albuminaria yaitu adanya konsentrasi albumin di dalam air. Selain itu juga ampuh menyembuhkan sakit kepala, pilek, sembelit dan cacingan. Aroma daun kemangi dapat menolak gigitan nyamuk (Henry,_ A Dictionary of Practical Material Medical). Kunci Determinasi ( Steenis, 2006) 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b...,12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b..., 266b..., 267b..., 268b..., 271b... Bayam duri (Amaranthus spinosus) a. Klasifikasi tumbuhan bayam duri (Tjitrosoepomo, 2004)    Kingdom : Plantae  (tumbuhan)    Subkingdom : Tracheobionta   (berpembuluh)    Superdivisio : Spermatophyta   (menghasilkan biji)    Divisio : Magnoliophyta   (berbunga)    Kelas : Magnoliopsida   (berkeping dua / dikotil)    Sub-kelas : Hamamelidae    Ordo : Caryophyllales Famili : Amaranthaceae Genus : Amaranthus Spesies : Amaranthus spinosus b. Morfologi Bayam duri Bayam Duri terna semusim, tumbuh tegak, tinggi bisa mencapai 1 m.  Batang berwarna hijau atau atau kemerahan. bercabang banyak, berduri.  Daun tunggal, bundar telur sampai lanset, tepi rata, bertangkai panjang, letak berseling.  Bunga berkelamin tunggal, warna hijau agak putih.  Buah bulat panjang, biji kecil, warna hitam.   ( Steenis, 2006). c. Anatomi Tanaman Bayam Berduri Batang : Jaringan epidermis yang terdiri dari selapis sel yang melindungi jaringan dibawahnya. Jaringan korteks terdiri dari kolenkim, serabut-serabut dan parenkim. Floem terdiri dari saluran dengan tapisan sebagai ciri khasnya, sel pengiring, serabut-serabut dan parenkim. Xylem yang terdiri dari pembuluh dan tracheid yang merupakan penyusun utama xylem, serabut-serabut dan parenkim. Tipe berkas pengangkut yang dimilki tanaman ini adalah kolateral terbuka, dimana xylem dan floem dipisahkan oleh kambium. Akar : Epidermis yang juga berderivat menjadi rambut akar untuk memperluas bidang penyerapan air. Korteks, jaringan korteks akar lebih tebal dibanding jaringan korteks yang ada pada batang. Jaringan ini terdiri dari parenkim penyimpan dengan rongga sel yang luas. Daun Epidermis yang merupakan selapis sel dan disini terdapat stomata yang berfungsi penting dalam proses respirasi. Mesofil , jaringan ini terbagi dua yaitu parenkim palisade yang terdapat dibawah epidermis. Parenkim spons yang disusun oleh sel yang tidak beraturan Jaringan pengangkut terdiri dari berkas-berkas pengangkut, yaitu xylem dan floem. d. Kandungan Kimia Tanaman Bayam duri Kandungan kimia Amaranthus spinosus yaitu amaruntin, rutin, spinasterol, hentriakontan, tanin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat besi serta vitamin (www. Desputro home’s Weblog.com). e. Khasiat Tanaman Bayam duri Khasiat tanaman bayam duri yaitu pembersih darah, pelancar ASI, demam, eksim, bisul, bronkhitis, kencing nanah dandiuretik, peluruh haid, peluruh dahak, penawar racun dan menghilangkan bengkak (Henry,_ A Dictionary of Practical Material Medical). f. Kunci Determinasi ( Steenis, 2006 ) 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b..., 12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b..., 266b..., 267a..., 268a..., 269b..., 270b... 3. Bunga Pukul Empat (Mirabillis jalapa) a. Klasifikasi bunga pukul empat (Tjitrosoepomo, 2004) Regnum : Plantae Divisio : Magnoliophyta Class : Dicotyledoneae Sub class : Monochlamydeae Ordo : Caryophyllales Famili : Nyctaginaceae Genus : Mirabillis Spesies : Mirabillis jalapa b. Morfologi Bunga pukul Empat Daunnya tunggal, bentuk daun memanjang, letak daun menyirip berselang-seling, tepi daun rata, tulang daun menyirip. Pada batang, bentuknya bulat, arah tumbuh tegak lurus, permukaan licin. Pada akar termasuk akar tunggang. c. Mikroskopik Bunga Pukul Empat Pada penampang melinyang melalui tulang daun tampak epidermidis atas terdiri dari 1 lapis sel berbentuk segiempat, kutikula tipis, tidak terdapat stomata, sel ujung membulat, serbuk berwarna hijau tua, fragmen pengenal adalah rambut penutup seperti epidermidis atas. Mesofil meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel, pada mesofil terdapat hablur kalsium oksalat berbentuk rafida, berkas pembuluh tipe kolateral, pada ibu tulang daun terdiri dari 4 berkas. Pada sayatan parademal tampak epidermis atas berbentuk polygonal, dinding antiklinal agak berombak, stomata tipe anomositik. d. Kandungan Kimia Bunga Pukul Empat Kandungan kimia Mirabillis jalapa yaitu daun dan bunga mengandung saponin (Lavanoida, disamping itu daunnya juga mengandung tanin dan bunga politenol), biji mengandung flavanoida dan politenol, akar mengandung betaxanthis, buah mengandung zat tepung, lemak, zat asam lemak dan zat asam minyak. e. Khasiat Bunga Pukul Empat Khasiat Bunga Pukul Empat yaitu untuk radang amandel, infeksi saluran kencing, keputihan, erosi mulut rahim, radang sendi yang akut. Di samping itu, pada daunnya berkhasiat sebagai obat bisul, akarnya untuk mengobati sembelit dan bengkak, bijinya sebagai bahan kosmetika. f. Kunci Determinasi Bunga Pukul Empat Familia 42. Nyctaginaceae 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b..., 12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b..., 266b..., 267b..., 273b..., 276b..., 278b..., 279a..., 280a... 4. Cabe Rawit (Capsicum frutescens) a. Klasifikasi (Steenis, 2006) Kingdom : plantae Subkingdom : trachebionta Super divisi : Spermatopyta Divisio : Magnolopyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum fructescens b. Morfologi (Steenis, 2006) Batang berbiku-biku atau bagian atasnya bersudut, dan tidak berbulu.Daunnya berbentuk bundar telur sampai lonjong atau bundar telur meruncing. Mahkota bunga: Mahkota bunga berbentuk bintang, berwarna putih, putih kehijauan atau kadang-kadang ungu. Mempunyai garis tengah 1,75 mm sampai 2 mm. Kelopak bunga: Kelopak bunga berbulu dan tidak berbulu. Mempunyai panjang 2 mm sampai 3 mm. Buah tegak kadang-kadang pada tanaman hibrid buah merunduk, berbentuk bulat telur, jorong panjang 0,75 mm sampai 1,50 mm. Lebar 2,5 cm sampai 12 cm. Buah muda berwarna hijau tua,putih kehijauan dan putih. Apabila masak berwarna merah terang dan bila setengah masak berwarna hijau rumput(lazim digunakan). c. Anatomi Kulit buah, epidermis luar terdiri dari selapis sel berbentuk poligonal, pipih ke arah tangensial, dinding tangensial luar sangat tebal dan bergaris; sel epidermis ini berisi tetes-tetes minyak berwarna kuning kemerahan. Hipodermis terdiri dari sel-sel kolenkimatik, tebal sampai 7 lapis sel, dinding sel putih kekuningan, berisi tetes minyak berwarna kuning kemerahan. Parenkim mesokarp terdiri dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal, dinding tipis berisi tetes minyak berwarna kuning kemerahan; di antara sel parenkim terdapat berkas pembuluh bikolateral. Lapisan sel besar terdiri dari 1 atau 2 lapis sel berbentuk poligonal, dinding tipis, lumen lebar dan jernih, tidak terdapat tetes minyak. Epidermis dalam terdiri dari selapis sel berdinding tipis dan berdinding tebal; sel epidermis yang berdinding tipis berisi tetes-tetes minyak yang berwarna kuning kemerahan, sedang sel epidermis yang berdinding tebal terdapat di bawah sel besar, dinding bernoktah, serta menyerupai sel batu yang pada pengamatan tangensial tampak berkelompok, bentuk memanjang atau membundar dengan dinding berkelok-kelok,lumen agak lebar, tidak berisi tetes minyak; kutikula bagian dalam tipis.Serbuk,warna coklat kemerahan,rasa sangat pedas, bau merangsang. Fragmen pengenal adalah fragmen tangensial epidermis luar, dinding bernoktah; fragmen epidermis dalam berdinding tebal yang menyerupai sel batu terlihat tangensial; fragmen pembuluh kayu bernoktah atau dengan penebalan tangga dan spiral; fragmen hipodermis; fragmen serabut sklerenkim sangat sedikit. Kandungan kimia Kapsaian, solamine, minyak atsiri, solamargine, koloid, resin, vit. CBenang putih tempat biji menempel mengandung zat capcaisin yang bermanfaat untuk mengobati penyakit kulit. Selain itu, cabai juga mengandung vitamin C, saponin dan flavonida. khasiat Penyakit kulit, eksim, rematik, antioksidan, penambah nafsu makan, kaku karena kedinginan. kunci determinasi 1b…,2b…,3b…,4b…,6b…,7b…,9b…10b…,11b…,12b…,13b…,14a…,15b…,197b…,208b…,219a…(Solanaceae) 5. Portulaka ( Portulaca grandifloa) a. Klasifikasi Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta  Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Hamamelidae  Ordo : Caryophyllales Famili : Portulacaceae Genus : Portulaca   Spesies : Portulaca grandifloa b. Marfologi Daun dan batang tanaman ini tergolong semi sukulen. Dapat tumbuh sampai ketinggian 15cm dan batangnya dapat merambat sampai sepanjang 30cm. Tergolong ke dalam family Po rtulaceae.Daunnya berbentuk silinder dengan panjang 1-2cm. Bunganya mirip mawar, berdiameter 2-3cm, hadir dalam warna pink, merah kuning, putih dan oranye dengan susunan daun bertumpuk maupun tunggal. Tanaman ini berasal dari Brazil, Uruguay dan Argentina Utara.Bunga sutra Bombay hanya mekar saat cuaca cerah dan matahari terik, sebaliknya saat malam hari atau cuaca mendung bunganya akan mengucup atau layu.Tanaman yang telah tua akan malas berbunga, berdaun jarang, dan warnanya menjadi tidak menarik. Siapkanlah generasi baru dengan stek batang dari generasi sebelumnya, sehingga tanaman baru sudah siap ditanam begitu generasi sebelumnya malas berbun15-30 cm. Tanaman ini sering bercabang mulai dari pangkalnya, pada ruasnya berambut halus, dan warnanya merah atau hijauDaunnya tunggal, letak tersebar, tidak bertangkai, di ujung batang berjejal rapat, ke bagian pangkal daunnya lebih jarang. Helaian daun tebal berdaging, berair, bentuk jarum, bulat silindris, ujung tumpul, panjang 1-3,5 cm, warnanya hijau. Bunga portulaka berkumpul berkelompok 2-8 di ujung batang, mekar pada pukul 8 pagi dan layu menjelang sore, warnanya merah, dadu, putih, oranye, atau kuning. Buah bentuknya bulat telur, permukaan berambut, panjang 5-8 mm. Biji bulat, jumlah banyak, kecil dan berwarna cokelat muda. c. Kandungan Kimia Portulaka juga merupakan tanaman obat. Kandungan kimia pada seluruh tanaman portulaka adalah portulal. Batang dan bunga mengandung betacyanin, betanin, dan betanidin. Seluruh herba segar dapat digunakan sebagai obat. d. Kegunaan Sakit tenggorokan, Sakit kepala, Hepatitis, Ekzema pada bayi, Bisul. 6. Gandarusa (Justicia gendarussa) a. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Justicia Jenis : Justicia gendarussa b. Morfologi Habitus : Perdu, tegak, tinggi ± 1,8 m. Batang : Berkayu, segi empat, bercabang, beruas, coklat. Daun : Tunggal, lanset, panjang 3-6,20 cm, lebar 1,5-3,5 cm, pertulangan menyirip, berhadapan, bertangkai pendek, hijau tua Bunga : Majemuk, bentuk malai, panjang 3-12 cm, putik ungu,kepala sari kuning, mahkota bentuk tabung,berbibir dua, ungu Buah : Bentuk gada, bertiji empat, licin, masih muda hijau setelah tua hitam Biji : Kecil, keras, coklat. Akar : Tunggang, coklat muda c. Khasiat Daun Justicia gendarussa berkhasiat sebagai obat pegal linu, obat pening dan obat haid tidak teratur.Untuk obat sakit pegal linu dipakai ± 15 gram daun segar Justicia gendarussa, dicuci, ditambah satu sendok teh minyak kelapa digerus sampai lumat,kemudian digosokan pada bagian yang sakit. d. Kandungan kimia Daun Justicia gendarussa mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan tanin. e. Kunci determinan 1.b…2.b…3.b…4.b…6.b…7.b…9.b…10.b…11.b…12.b…13.b…14.b…16.a….239.b….243.b…244.b…248.b….249.b…250.b…266.b…267.b…273.b…276.b…278.b…279.b….282.b….283.b…284.b…285.b 7. Kangkung (Ipomoea aquatic) a. Klasifikasi Kingdom : Plantae (Tumbuhan)     Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)     Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)     Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)     Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)     Sub Kelas : Asteridae     Ordo : Solanales     Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)    Genus : Ipomoea    Spesies : Ipomoea aquatica Forsk. b. Morfologi Tanaman menjalar berbatang bulat, beruas, dan berlubang di tengahnya ini ternyata tidak hanya lezat saat disantap dalam bentuk tumis atau model masakan lain. Lebih dari itu tanaman ini sangat bermanfaat membantu menyernbuhkan penyakit tertentu. Seorang pakar kesehatan dari Filipina, Herminia de Guzman Ladion, memasukkan kangkung dalam kelompok "Tanaman Penyembuh Ajaib Selain menyembuhkan penyakit seperti sembelit karena kandungan seratnya yang tinggi, juga bermanfaat mengatasi masalah seperti sulit tidur, mimisan, keracunan makanan, dan lain-lainnya Menurut Dr. R.A. Seno Sastroamidjojo, MD, nilai nutrisi 100 gram kangkung yang direbus tanpa garam adalah air 91,2 gr, energi 28 kcal, protein 1,9 gr, lemak 0,4 gr, karbohidrat 5,63 gr, serat 2 gr, dan ampas 0,87 gr. c. Kandungan kimia Mineral, vitamin A, B,C, asam amino, kalsium, fosfor, karoten, dan zat besi. d. Kegunaan Antiracun, peluruh, perdarahan, diuretik (pelancar kencing), antiradang, dan sedatif (penenang/obat tidur), Sebab itu tidak heran bila kita mudah mengantuk setelah makan banyak dengan menu utama kangkung. Mengurangi haid yang terlalu banyak, mengatasi keracunan makanan, kencing darah, anyang-anyangan (kencing sedikit-sedikit dan rasanya nyeri), mimisan, sulit tidur, dan wasir berdarah. Sebagai obat luar, kangkung bisa digunakan untuk mengobati bisul, kapalan, dan radang kulit bernanah e. Kunci determinan 1.b….2.b…3.b….4.b…6.b….7.b…9.b….10.b…11.b…12.b…13.b…14.b…15.a…109.b…119.b…120.a…121.a…122.b…123.b (Convolvulaceae) 8. Daun Mangkokan (Nothophanax scutellaris) a. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Nothopanax Jenis : Nothopanax scutellaris b. Morfologi Dimana tanaman ini merupakan tanaman yang banyak ditemukan pada dataran tinggi yang merupakan daun tunggal berbentuk bulat berlekuk, letak daunnya beranak daun 1, tepi daunnya bergerigi, pertulangan daunnya menyirip berwarna hijau. Bentuk batangnya bulat (teres), panjang dan lurus, arah tumbuh batangnya monopodial, berwarna coklat, batangnya berkayu dan bercabang. Jenis akar tunggang, berwarna coklat, dan arah perakarannya tumbuh kebawah. c. Kunci Determinasi 1b…,2b…,3b…,4b…,6b…,7b…,9b…,10b…,12b…,13a…,14a…,15b…197b…208a…, 209b….210b…211a….212b…213a…(Araliaceae) d. Kegunaan masyarakat Sumatra banyak menggunakan daun mangkokan muda sebagai campuran gulai otak atau gulai ikan, selain itu dauin ini juga enak diolah menjadi cam[uran urap, campuran pepes maupun pecel. Daun mudanya bisa dimakan mentah sebagai lalapan dengan sambal. Aromanya khas seperti daun kenikir. Aroma daun mangkokan dapat mengurangi aroma amis pada hidangan ikan dan jerowan maupun daging. Daun mangkokan juga dapat digunakan sebagai penyubur rambut, radang payudara, sukar kencing, bau badan, luka, pembengkakan dan melancarkan pengeluaran asi. e. Kandungan Kimia Batang dan daun mengandung kalsium-oksalat, peroksidase, amygdalin fosfor, besi, lemak, protein serta vitamin A, B1 dan C Cara Kerja Pemeriksaan makroskopik sediaan jamu Dikeluarkan seluruh bahan jamu dari kemasannya kemudian, ditimbang berat totalnya lalu diamati satu persatu yang ada dan dipisahkan menurut jenis simplisianya serta ditimbang beratnya masing-masing kemudian dibandingkan hasil pengamatan dengan heksel pembanding dan digambar hasil pengamatan sampel selanjutnya dihitung persentase masing-masing simplisia dalam jamu kemudian ditulis klasifikasinya, kandungannya, dan khasiat dari masing-msing simplisia yang ada pada sampel. Pemeriksaan mikroskopik sediaan jamu Pertama-tama disiapkan alat dan bahan, dikeluarkan seluruh bahan jamu dari kemasannya, lalu sampel diamati dibawah mikroskop. Kemudian dibandingkan hasil pengamatan dengan serbuk sediaan pembanding yang tersedia di Laboratorium. Gambar hasil pengamatan sampel dan tulis klasifikasi, kandungan kimia dan khasiat dari masing-masing simplisia yang ada pada sampel. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Pemeriksaan Makroskopis suatu Sediaan Jamu KS NAMA SAMPEL GAMBAR SAMPEL ORGANOLEPTIK BENTUK BAU WARNA RASA MT 01 Feoniculi vulgare KERING AROMATIK KUNING ASIN EC 02 Piper cubeba KERING TDK BERBAU COKELAT TDK BERASA WN 03 Piper retrofracticum KERING AROMATIK COKELAT PEDIS UM 04 Cordia oblique PADAT AROMATIK HITAM PAHIT DJ 05 Coriandrum sativum PADAT AROMATIK KUNING PAHIT AD 06 Gallae fructus PADAT AROMATIK COKELAT PAHIT PS 07 Myristica fragrans KERING AROMATIK COKELAT HAMBAR EL 08 Nigella sativum PADAT TDK BERBAU HITAM HAMBAR QR 09 Sappan lignum KERING AROMATIK ORANGE HAMBAR PR 10 Usnea tallus KERING KHELAT COKELAT HAMBAR HR 11 Isorae fructus KERING AROMATIK COKELAT HAMBAR IM 12 Languatis rhizome KERING TDK BERBAU KUNING HAMBAR SR 13 Punica cortex PADAT TDK BERBAU COKELAT PAHIT MU 14 Zingiber aromaticum PADAT AROMATIK KUNING PAHIT PS 15 Melaleuca fructus BULAT TDK BERBAU COKELAT TDK BERASA PENGELOMPOKKAN BAHAN BAKU JAMU BERDASARKAN AKTIVITAS DAN KANDUNGAN KIMIANYA KODE SAMPEL (KS) NAMA SIMPLISIA KANDUNGAN KIMIA KHASIAT MT 01 Feoniculi vulgare m.atsiri, anetol, fenkon, pinen, limonen TBC, flatus, dingin dan dahak, menyehatkan saluran cerna EC 02 Piper cubeba m.atsiri, asam kubebat, piperina Mengobati asma, gangguan jantung, disentri WN 03 Piper retrofracticum Piperin, chavlonia, palmatic Analgetik, obat sakit perut. UM 04 Cordia oblique Tannin,metil pelatanin Astringent, untuk sesak napas DJ 05 Coriandrum sativum Sabinene, myrcene, terpinene, ocmene Meredakan pusing, influenza, muntah-muntah. Wasir AD 06 Gallae fructus m.atsiri, tannin, kaukol Antipiretik, sembelit, demam. PS 07 Myristica fragrans m.atsiri,gliserida, protein, lemak, pati Histeri, sembelit, sulit tidur, perut kembung. EL 08 Nigella sativum m.atsiri, m.lemak, d-limonea, simen, glukosida, saponin, jigelin, timokanom Pelangsing, karminatif, kembung, sakit perut. QR 09 Sappan lignum Saponin, m.atsiri, flavonoid Obat sesak nafas, penghilang bau mulut. PR 10 Usnea tallus As.usnin, licherin Kembung, sariawan dan disentri HR 11 Isorae fructus Alkaloid, saponin Pencegah tumor dan kanker IM 12 Languatis rhizome m.atsiri Rematik, sakit limpa, panu, bronchitis, gairah seks, nafsu makan SR 13 Punica cortex Alkaloid, zat penyamak Keputihan antiseptic MU 14 Zingiber aromaticum Inulin, zat pedas, piperin Mencegah keguguran dan mengatur menstruasi PS 15 Melaleuca fructus m.atsiri, melaleucin Meningkatkan nafsu makan, karminatif, obat sakit perut. 2. Pemeriksaan Mikroskopik Sediaan Jamu Godog Galian super Identifikasi Mikroskopik Simplisia Dalam sediaan jamu KS Nama sampel Nama simplisa Warna serbuk Fragmen identitas Identitas lain yang spesifik RK Rimpang kunyit Curcuma Rhizoma Kuning Rambut penutup pada butir patu Selapis sel pipih bentuk polygonal DB Daun beluntas Plucheae Folium hijau Bentuk batang dan jamur Mempunyai minyak atsiri Pengelompokkan bahan baku jamu berdasarkan aktvitas dan kandungan kimianya No Nama sampel Nama simplisia Kandungan kimia Khasiat 1 Rimpang kunyit Curcuma Rhizoma Kurkumin, dihidrokurkumin, desmetroksi Diabetes mellitus, usus buntu, disentri 2 Daun beluntas Plucheae Folium Minyak atsiri Untuk penyembuh bau badan, sakit perut, keputihan PEMBAHASAN Simplisia ialah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum merupakan zat kimia murni. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Bahan  baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut terdapat dalam produk ruahan. Prosedur Analisis Uji Organoleptis dan Uji Makroskopik Dilakukan uji organoleptis dengan mengamati bau, rasa, warna serta kelarutan jamu. Dilakukan uji makroskopik dengan mengamati struktur dari simplisia bahan baku dari sediaan jamu yang dianalisis. Hasil pengamatan dicatat dan dilaporkan dalam bentuk tabel. Uji Mikroskopik Dipersiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan. Sediaan jamu dalam bentuk rajangan dan serbuk dihaluskan, bagian serbuk halus diletakkan diatas object glass (dibuat 2 preparat). Preparat pertama ditetesi dengan kloroform dan preparat kedua ditetesi dengan fluoroglusin, kemudian difiksasi dengan lampu spiritus. Diletakkan deck glass pada tiap preparat, lalu diamati pada mikroskop dengan perbesaran 10 X 10. Diamati dan dicatat pengamatan mikroskopik sampel, Pemeriksaan Makroskopik sediaan jamu. Pada percobaan ini, akan dilakukan pemeriksaan mikroskopik dan makroskopik terhadap simplisia penyusun sediaan jamu, dimana pemeriksaan secara mikroskopik adalah salah satu metode pemeriksaan terhadap suatu tanaman atau simplisia untuk mengetahui kandungan kimia maupun fragmen-fragmen penyusunnya, yang mana bagian-bagian tersebut hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Adapun jamu yang akan diidentifikasi penyusunnya adalah jamu keputihan. Jamu keputihan adalah jamu berbentuk serbuk. Jamu ini terdiri dari beberapa jenis simplisia yang memiliki khasiat farmakologis yang berbeda-beda yaitu biji pala, buah kayu putih, buah adas, jintan hitam, kemukus, ketumbar, lengkuas, kulit buah delima, kayu angin, lempuyang wangi, buah cabe jawa, buah kendal, buah gallae, kayu sappan, buah kayu ulin dan dalam kombinasinya dapat digunakan sebagai bahan pengobatan untuk mencegah dan mengobati keputihan, mengurangi berat badan. Pemeriksaan mikroskopik sediaan jamu. Pada percobaan ini dilakukan pemeriksaan anatomi dari sediaan jamu pelangsing dimana kita melihat jaringan anatomi dari penyusun serbuk jamu pelangsing dengan menggunakan mikroskop. Pertama-tama serbuk simplisia yang akan diamati terlebih dahulu ditetesi dengan air, dan ada pula yang ditambahkan dengan kloralhidrat. Penembahan air maupun kloralhidrat dimaksudkan untuk memudahkan kita dalam pengamatan. Melalui penambahan tersebut diharapkan fragmen-fragmen dari serbuk simplisia yang diamati mudah terlihat dengan jelas dibawah mikroskop. Pada pengamatan mikroskopik dikeluarkan seluruh bahan jamu dari kemasannya kemudian, ditimbang berat totalnya lalu diamati satu persatu yang ada dan dipisahkan menurut jenis simplisianya serta ditimbang beratnya masing-masing kemudian dibandingkan hasil pengamatan dengan haksel pembanding dan digambar hasil pengamatan sampel selanjutnya dihitung persentase masing-masing simplisia dalam jamu kemudian ditulis klasifikasinya, kandungannya, dan khasiat dari masing-msing simplisia yang ada pada sampel. Obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat (BKO). Berdasarkan hasil pengawasan obat tradisional melalui sampling dan pengujian laboratorium tahun 2006, Badan POM menemukan sebanyak 93 produk obat tradisional yang dicampur dengan bahan kimia obat keras seperti Fenilbutazon, Metampiron, Deksametason, CTM, Allopurinol, Sildenafil Sitrat, Sibutramin Hidroklorida dan Parasetamol. Mengkonsumsi obat tradisional mengandung Bahan Kimia Obat Keras membahayan kesehatan bahkan mematikan. Pemakaian obat keras, harus melalui resep dokter. Berbagai  resiko dan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan Bahan Kimia Obat Keras tanpa pengawasan dokter, telah dilaporkan. Kegiatan memproduksi dan atau mengedarkan obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat, melanggar Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan atau denda paling banyak 2(dua) miliar rupiah. Pada dasarnya pembagian obat-obatan alami hingga saat ini, dapat dikelompokkan atas 3 yaitu: Jamu-jamuan Suatu sediaan obat yang berasal dari bahan alam tanpa tambahan bahan kimia (sintetis) lainnya, yang penggunaannya berdasarkan kepercayaan masyarakat secara turun temurun selama berpuluh hingga beratus tahun. Jamu-jamuan tidak memerlukan pengujian apapun, baik preklinis maupun klinis. Herbal terstandar Merupakan sediaan jamu-jamuan yang telah diuji di laboratorium secara pre klinis, yaitu dengan menggunakan hewan-hewan percobaan. Seperti mencit, tikus, kelinci, monyet, kuda, dsb. Sediaan ini telah diketahui khasiatnya melalui hewan-hewan percobaan namun belum diuji langsung khasiatnya terhadap manusia. Sediaan ini juga telah distandarisasi, baik proses pembuatan hingga pengemasan sehingga setiap batch produk memiliki standar tersendiri yang tidak berubah-ubah. Fitofarmaka Berawal dari sediaan jamu-jamuan yang kemudian distandarisasi dan diuji preklinis hingga dikatakan sebagai ‘herbal terstandar’. Kemudian dilakukan pula uji klinis terhadap manusia, jika berhasil maka sediaan ini dapat dikatakan sebagai Fitofarmaka. Jadi dapat dikatakan penggunaan fitofarmaka sudah memiliki dasar ilmiah yang jelas dan telah melewati uji preklinis dan klinis sehingga efektivitasnya lebih terpercaya. BAB V PENUTUP Kesimpulan Pemeriksaan Makroskopik dan mikroskopik Sediaan Jamu Pada pemeriksaan makroskopik Jamu terdiri dari beberapa jenis simplisia yang memiliki khasiat farmakologis yang berbeda-beda, yaitu biji pala, buah kayu putih, buah adas, jintan hitam, kemukus, ketumbar, lengkuas, kulit buah delima, kayu angin, lempuyang wangi, buah cabe jawa, buah kendal, buah gallae, kayu sappan, buah kayu ulin dan dalam kombinasinya dapat digunakan sebagai bahan pengobatan untuk mencegah dan mengobati keputihan, mengurangi berat badan. Saran Semoga laboratorium farmakognosi ke depannya lebih lengkap lagi baik dalam hal kelengkapan alat maupun bahan-bahan yang akan digunakan dalam praktikum. DAFTAR PUSTAKA Amin Asni, 2009. “Penuntun Praktikum farmakognosi II” UMI-Press : Makassar Anonym, 2008. http://www.depkes.go.id/ downloads/ Dirjen POM. 1989. “ Materi Medika Indonesia “ Departemen Kesehatan Republik Indonesia. : Jakarta Gembog, 2001, Morfologi Tumbuhan, Universitas Gajah Mada, Jakarta. Hargono, michael.2005. Sediaan Galenik, Bukit Husada, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Iskandar S., 2005. Wawasan Ilmu Farmasi. Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Makassar Sudjadi, Drs., 1986, "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta. Tjirisoepomo, gembong. 1979.Taksonomi Tumbuhan. Universitas Gajah mada ; Yokyakarta. Wijaya H. M. Hembing. 1992. ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 :Jakarta . www.google.com Logo Jamu: Logo Obat Herbal terstandar : Logo Fitofarmaka Pemeriksaan Makroskopik dan mikroskopik Sediaan Jamu a. gambar mikroskopik/foto serbuk jamu Serbuk simplisia pembanding 1. Plucheae Folium ( daun beluntas ) Menurut literature (materia Medika terapi) : Epidermis atas terlihat Intergral Epidermis bawah Rambut penutup Rambut penutup dan Rambut kelenjar Serabut Pembuluh kayu berpembuluh 2. Curcuma Rhizoma ( rimpang kunyit )

MAKALAH Identifikasi Kemotaksonomi Bahan Baku Sediaan Farmasi .

KATA PENGANTAR Assalamu ‘alaikum Wr. Wb Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam terpatri kepada kekasih Allah, panutan kita Muhammad SAW Al-mustofah sebagai uswatun khasanah bagi orang-orang mukmin. Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen selaku koordinator laboratorium farmakognosi 2 dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin . Penulis BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dari zaman dahulu sampai sekarang ini, zaman era globalisasi. Daerah di Indonesia khususnya di dataran rendah. Pada penelitian ini lebih menekankan pada bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat. Berbagai metode pengobatan pun tersebar di Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Metode pengobatan ini meliputi pengobatan tradisional ataupun pengobatan modern,khususnya bagi pengobatan modern ini telah dikembangkan dalam bidang kedokteran dan farmasi yang telah menciptakan bahan-bahan pengobatan yang akan digunakan bahkan tidak sedikit pengobatan secra tradisional maupunmodern menimbulkan efek samping, sehingga dari hal inilah memaksa manusia untuk kembali ke alam mengolah tanaman sebagai tanaman obat dalam proses penyembuhan suatu penyakit. Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia serta beragam jenis sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya yang dimanfaatkan sebagai suatu tumbuan obat. Hal semacam ini mempunyai hubungan yang baikdengan objek yang dituju dalam hal ini manusia yang kemudian dimanfaatkan untuk dikembangbiakkan atau dibudidayakan sebagai suatu usaha atau bisnis tumbuhan obat yang dapat mendatangkan banyak keuntungan serta memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat khususnya sebagai konsumen. Beragam upaya dilakukan dalam pencarian tumbuhan berkhasiat obat dimulai dari mengidentifikasi kandungan zat kimia apa di dalamnya serta bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan cirri khas. Namun,tidak semua pula tumbuhan berkhasiat yang memberikan ciri khas itu dapat dikategorikan sebagai tumbuhan berkhasiat obat.Dewasa ini penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik didalam maupun diluar negeri berkembang pesat. Penelitian yang berkembang, terutama dari segi farmakologi maupun fitokimianya penelitian dilakukan berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji empiris. Penggunaan obat-obatan walaupun dalam bentuk yang sederhana tidak diragukan lagi sudah berlangsung sejak jauh sebelum adanya sejarah yang ditulis karena naluri orang-orang primitif untuk menghilangkan rasa sakit pada luka dengan merendamnya dalam air dingin atau menempelkan daun segar pada luka tesebut atau menutupinya dengan Lumpur, hanya berdasarkan pada kepercayaan. Orang-orang primitif belajar dari pengalaman dan mendapatkan cara pengobatan yang satu lebih efektif dari yang lain, dari dasar permulaan ini pekerjaan terapi dengan obat dimulai. Namun seiring dengan berkembangnya zamanpenggunaan obat-obatan sudah mulai memasuki tahap modern misalnya dengan menggunakan alat-alat canggih akan tetapi penggunaan obat secara primitif tidak boleh dilupakan karena dari sinilah awal semuanya. Maksud Maksud percobaan adalah agar mahasiswa dapat mengetahui cara identifikasi secara kemotaksonomi dalam sediaan fito farmasi dan produksi sediaan fitofarmasi. Tujuan Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui cara identifikasi kemotaksonomi dalam sediaan fito farmasi, dan produksi sediaan fitofarmasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Taksonomi Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Definisi taksonomi adalah ilmu untuk menggolong-golongkan makhluk hidup (Mayr et al., 1953). Lebih lanjut, Simpson (1961) mendefinisikan taksonomi sebagai suatu kajian teoritik tentang penggolongan, termasuk di dalamnya dasar-dasar, prinsip, cara kerja dan aturan-aturan yang berlaku. Sementara Evans (1984) menyatakan bahwa taksonomi juga mencakup penemuan pola-pola yang ada di dalam suatu keanekaragaman. Klasifikasi Taksonomi Taksonomi dalam Biologi Dalam biologi, taksonomi merupakan cabang ilmu tersendiri yang mempelajari penggolongan atau sistematika makhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah penamaan dengan dua sebutan, yang dikenal sebagai tata nama binomial atau binomial nomenclature, yang diusulkan oleh Carl von Linne (Latin: Carolus Linnaeus), seorang naturalis berkebangsaan Swedia. Ia memperkenalkan enam hierarki (tingkatan) untuk mengelompokkan makhluk hidup. Keenam hierarki (yang disebut takson) itu berturut-turut dari tingkatan tertinggi (umum) hingga terendah (spesifik) adalah : Phylum/Filum untuk hewan, atau Divisio/Divisi untuk tumbuhan Classis/Kelas, Ordo/Bangsa, Familia/Keluarga/Suku, Genus/Marga, dan Spesies (Jenis). Dalam tatanama binomial, penamaan suatu jenis cukup hanya menyebutkan nama marga (selalu diawali dengan huruf besar) dan nama jenis (selalu diawali dengan huruf kecil) yang dicetak miring (dicetak tegak jika naskah utama dicetak miring) atau ditulis dengan garis bawah. Aturan ini seharusnya tidak akan membingungkan karena nama marga tidak boleh sama untuk tingkatan takson lain yang lebih tinggi. Perkembangan pengetahuan lebih lanjut memaksa dibuatnya takson baru di antara keenam takson yang sudah ada (memakai awalan 'super-' dan 'sub-'). Dibuat pula satu takson di atas Phylum, yaitu Regnum (secara harafiah berarti Kingdom atau Kerajaan) untuk membedakan Prokariota (terdiri dari Regnum Archaea dan Bacteria) dan Eukariota (terdiri dari Regnum Fungi atau Jamur, Plantae atau Tumbuhan, dan Animalia atau Hewan).] Taksonomi dalam pedologi Dalam cabang ilmu tanah (pedologi), taksonomi tanah dibuat berdasarkan sejumlah variabel yang mencirikan keadaan suatu jenis tanah. Karena klasifikasi awal tidak sistematis, pada tahun 1975 tim dari 'Soil Survey Staff' dari Departemen Pertanian Amerika Serikan (USDA) menerbitkan suatu kesepakatan dalam taksonomi tanah. Sejak saat itu, setiap jenis tanah paling sedikit memiliki dua nama. Meskipun nama baru sudah diberikan, nama lama seringkali masih dipakai karena aturan dari Soil Survey Staff dianggap terlalu rinci. Taksonomi dalam pendidikan Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Tujuan taksonomi Tujuan Taksonomi tumbuhan adalah: 1. Untuk penemuan flora-flora di dunia 2. Memberikan sebuah metode identifikasi dan komunikasi yang tepat 3. Menghasilkan sistem klasifikasi yang terkait dan menyeluruh 4. Memberikan nama ilmiah yang benar pada setiap takson tumbuhan sesuai dengan aturan tata nama tumbuhan. 5. Membuat keteraturan dan keharmonian ilmu pengetahuan mengenai organisme sehingga tercipta suatu sistim yang sederhana dan dapat digunakan orang lain. Ahli taksonomi tumbuhan mempunyai peranan dan tanggung jawab dalam membantu usaha konservasi jenis, membuat cagar alam dan mencegah punahnya jenis-jenis tumbuhan tertentu. Taksonomi tumbuhan juga mempunyai peranan dalam program-progam pembangunan menuju ke swasembada pangan mencakup: Intensifikasi; yaitu dengan memberikan saran dalam memilih tumbuhan antar varietas atau antar jenis yang hendak disilangkan untuk memperoleh bibit unggul. Diversifikasi (pembudidayaan berbagai jenis tanaman); taksonomi tumbuhan dapat membantu memilih jenis-jenis tumbuhan yang cocok untuk tujuan tersebut. Ekstensifikasi (perluasan areal); taksonomi dapat memilih jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator tanah. Peran Taksonomi Taksonomi juga berperan dalam pengembangan obat-obat tradisional. Dalam industri tempe misalnya, taksonomi dapat berperan dalam memilih jenis-jenis lain yang semarga dengan kedelai (bahan baku tempe) yang mempunyai kadar lemak dan protein yang lebih tinggi, sehingga secara teoritis dapat juga dipakai sebagai bahan baku tempe di samping kedele yang sudah umum dikenal (Rideng, 1989). Taksonomi dapat dianggap sebagai dasar bagi penelitian ilmu hayati (Hardy, 1988). Lebih lanjut, taksonomi dapat pula dianggap sebagai “gerbang” untuk merancang strategi pengelolaan suatu spesies hama, karena pencirian dan pengenalan spesies yang tepat akan memudahkan kita untuk mencari titik lemah dari bioekologi satu spesies hama. Hardy menyatakan pula bahwa banyak kegagalan pengendalian hama lebih disebabkan karena salah identifikasi yang berujung pada kegagalan pemilihan strategi pengendalian yang tepat berdasarkan ciri bioekologi hama yang bersangkutan. Salah satu contoh kegagalan pengendalian hama serangga akibat salah identifikasi terjadi pada pengendalian kutu olive scale, Parlatoria oleae (Colvee) di Kalifornia menggunakan parasitoid Aphytis maculicornis (Masi) yang diimpor dari Mesir pada tahun 1951 (DeBach, 1974). Pada mulanya, upaya pengendalian tersebut gagal, yaitu tidak ada seekor parasitoidpun yang mampu hidup dan berkembang di lapangan. Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa koloni parasitoid tersebut terdiri dari empat strain, dan hanya strain Persia yang mampu memparasitoid dan hidup pada kutu tersebut. Hal tersebut membuktikan, bahwa pengelompokan-pengelompokan yang terjadi di dalam satu spesiespun mampu menentukan keberhasilan upaya pengendalian hama di lapangan. Dari pengalaman di atas terbukti, bahwa pencirian dan kemudian pengelompokan yang tepat mampu menemukan bahwa strain Persia adalah kelompok yang paling berhasil mengendalikan kutu olive, dan bukan tiga strain yang lain. Ulasan yang disampaikan White (1988) juga menarik untuk disimak, yaitu bahwa penelitian taksonomi yang dikembangkan pada lalat buah tephritid mampu menghasilkan data tentang spesies lalat buah yang hidup di suatu daerah dengan data pendukung berupa inang khas yang diserangnya, sehingga dapat dibuat sebuah peta distribusi serangan lalat buah spesies khas pada inang yang khas pula. Hal ini tentunya mempermudah pengelolaan populasi lalat buah di daerah yang bersangkutan. Penelitian taksonomi juga sudah mengarah ke pengamatan karakter spesies atau variannya menggunakan teknik-teknik molekuler, misalnya teknik Polymerase Chain Reaction-Random Amplified Polymorphic DNA atau PCR-RAPD. Teknik lain misalnya dengan mengamati ciri isozim pada satu kelompok serangga. Penelitian taksonomi molekuler ini ternyata cukup ampuh untuk mengenali variasi genetik yang terjadi pada satu spesies serangga hama yang terjadi akibat pengaruh perbedaan daerah penyebaran. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Mendel  et al (1984) pada kutu.  Matsucoccus josephi menunjukkan bahwa teknik PCR-RAPD dapat digunakan untuk menentukan asal dari spesies kutu tersebut. Dengan teknik ini pula, penerapan pengendalian hayati menggunakan parasitoid yang harus diimpor dari tempat asal kutu tersebut dapat dilakukan, sehingga kegagalan yang pernah terjadi pada pengendalian kutu olive di Kalifornia dapat dihindari. Penelitian yang dilakukan oleh Ooi (1988) merupakan contoh pengembangan teknik penggunaan isozim untuk menemukan variasi genetik pada satu spesies serangga. Dari hasil penelitiannya, Ooi menemukan bahwa spesies lalat buah Bactrocera dorsalis (Diptera: Tephritidae) di Malaysia mempunyai dua varian yang disebut Takson A dan Takson B. Data ini tentu sangat berguna sebagai dasar untuk menerapkan pengendalian hayati B. dorsalis menggunakan spesies musuh alami yang bersifat monofaga, atau pengendalian kimiawi menggunakan feromon yang bersifat sangat khas spesies. Hubungan dengan Ilmu Botani lain Seorang ahli taksonomi harus mempunyai pengetahuan tentang morfologi, embriologi,anatomi, sitogenetik dan ilmu sejenis lainnya. Cabang ilmu ini merupakan dasar dari botani, tapi di lain pihak perkembangannya sangat tergantung pada kemajuan cabang-cabang botani lainnya. Data-data yang diungkapkan sebagai hasil penelitian sitologi, genetika, anatomi, ekologi, morfologi, palinologi, palaentologi, fitogeografi, fitokimia dan cabang-cabang botani lain sangat berguna bagi botani sistematika. Akan tetapi ilmu-ilmu itu sendiri tidaklah akan berjalan pesat secara efisien tanpa bantuan botani sistematika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam cabang-cabang botani yang banyak tersebut tidak mungkin dapat diulangi dan kebenaran kesimpulannya dikukuhkan kalau identitas atau nama tumbuhan objeknya meragukan. Kekurangcermatan dalam penamaan objek percobaan akan menyebabkan nilai suatu penelitian merosot atau bahkan tidak ada harganya sama sekali (Rifai, 1989). Tahap Perkembangan Menurut Davis and Heywood (1963), ada 4 tahapan perkembangan taksonomi yaitu: 1.Fase eksplorasi; 2. Fase konsolidasi; 3. Fase biosistematik; 4. Fase ensiklopedik. Turril (1935) membagi tahap ini dengan cara yang berbeda, lebih menunjukkan kesinambungan antara satu fase ke fase yang lain, yaitu: taksonomi alfa yang ekuivalen dengan fase eksplorasi dan konsolidasi, dan taksonomi omega ekuivalen dengan fase ensiklopedik. Taksonomi alfa lebih kurang sepenuhnya tergantung pada ciri morfologi luar, sedangkan taksonomi omega menekankan pada semua ciri taksonomi yang ada. Fase Eksplorasi Fase eksplorasi disebut juga fase pioneer, sesuai dengan salah satu tujuan taksonomi yaitu inventarisasi semua tumbuhan yang ada di muka bumi. Pada fase ini yang lebih ditekankan adalah identifikasi yang didasarkan pada herbarium yang jumlahnya terbatas. Acuan utama adalah morfologi dan distribusi tumbuhan tersebut. Fase Konsolidasi Fase ini disebut juga fase sistematika. Pada fase ini studi lapangan dilakukan secara intensif dan bahan herbarium sudah lebih lengkap. Banyak tumbuhan yang dinyatakan sebagai jenis pada fase eksplorasi ternyata merupakan varian dari jenis lainnya dan banyak menemukan jenis-jenis baru. Pada fase ini flora dan dasar-dasar monografi mulai diterbitkan. Fase Biosistematika Fase ini disebut juga fase eksperimental. Pengetahuan terhadap tumbuhan bukan hanya pada distribusi geografis tetapi juga informasi pada tingkat yang lebih luas misalnya jumlah dan morfologi kromosom. Pada fase ini kegiatan yang menonjol adalah: analisis sistem kawin silang, pola variasi dan penelitian yang menyangkut aspek-aspek taksonomi di bidang kimia (kemotaksonomi), taksonomi kuantitatif (numerical taxonomy), sitologi, anatomi, embriologi, palinologi. Fase Ensiklopedik Fase ini merupakan koordinasi dari ketiga fase sebelumnya. Semua data (ciri taksonomi) yang ada dianalisis dan disintesis untuk membuat satu atau lebih sistem klasifikasi yang mencerminkan hubungan kekerabatan secara filogenetis. Tinjauan Tentang Pemeriksaan Farmakognostik Pengertian dan sejarah Farmakognosi Istilah Farmakognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A. Seydler (1815), seorang peneliti kedokteran di Haalle Jerman, dalam disertasinya berjudul Anelecta Pharmacognostica. Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani, pharmacon yang artinya "obat" (ditulis dalam tanda petik karena obat disini maksudnya adalah obat alam, bukan obat sitetis) dan gnosis yang artinya pengetahuan. Jadi farmakognosi adalah pengretahuan tentang obat-obat alamiah (Sri mulyani, dkk, 2004). Farmakognosi mencakup seni dan pengetahuan pengobatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan, mikroorganisme dan mineral. Keberadaan farmakognosi dimulai sejak manusia pertama kali mulai mengenal penyakit, seperti menjaga kesehatan, menyembuhkan penyakit, meringankan penderitaan, menanggulangi gejala penyakit dan rasa sakit, serta semua yang berhubungan dengan minuman dan makanan kesehatan (Gunawan, 2004). Ruang lingkup Pemeriksaan Farmakognostik Identifikasi dan determinasi Tumbuhan Dalam melakukan suatu determinasi tanaman itu membutuhkan alat-alat khusus dalam mengolah tanaman bandotan tersebut di samping itu bahan-bahan tumbuhan tidak lupa pula untuk turut disertakan dalam penentuan determinasi ini yang meliputi beberapa eksemplar yang kalau dikumpulkan member gambaran yang lebih lengkap. Menentukan kunci determinasi tanaman dilakukan berdasarkan bentuk morfologi tanaman melalui uraian tanaman atau cirri-ciri umum tanaman secara lengkap serta tak lupa pula dari segi pengelompokkan atau klasifikasi tanaman yang mempermudah dalam menentukan kunci determinasi tanaman tersebut.. Dalam praktikum ini pula bertujuan untuk membuat herbarium baik itu herbarium basah maupun herbarium kering. Adapun pengertian dari herbarium adalah penyimpanan dan pengawetan tumbuhan. Untuk herbarium kering perlakuannya disimpan dalam keadaan kering sedangkan herbarium basah disimpan dalam keadaan basah dengan cairan tertentu. Pembuatan herbarium tanaman dilakukan dengan mengumpulkan seluruh bagian tanaman yang utuh (akar, batang, daun), termasuk bagian-bagian khusus tanaman seperti bunga, buah dan bij,bila tidak dikumpulkan secara lengkap akan susah untuk mengidentifikasinya serta jangan sekali-kali mengambil tanaman pada waktu yang berbeda kemudian dikumpulkan menjadi satu, itu akan membuat herbarium memberikan hasil yang tidak baik (Vansteenis,1972) . Didalam ruang lingkup pemeriksaan farmakognostik, dilakukan dentifikasi dan determinasi tumbuhan yaitu dengan 2, yiatu : Morfologi Tumbuhan Ilmu tumbuhan saat ini telah mengalami kemajuan yang demikian pesat, dari berbagai cabang ilmu tumbuhan yang sekarang telah berdiri sendiri adalah morfologi tumbuhan mempelajari tentang morfologi luar atau morfologi dalam arti yang sempit, yang selain memuat tentang istilah-istilah yang lazim dipakai dalam ilmu tumbuhan, kususnya dalam taksonomi tumbuhan, sekaligus juga berisi tuntunan bagaimana caranya mencandra (mendeskripsi) tumbuhan. Morfologi tumbuhan disini lebih menjelaskan tentang bagaimana bentuk batang,daun,akar,ataupun buah dari suatu tumbuhan, jadi, hanya akan menyangkut dua golongan tumbuhan yaitu: Pteridophyta (tumbuhan paku) dan Spermatophyta (tumbuhan biji). Rupanya morfologi tumbuhan tidak hanya menguraikan bentuk dan susunan tubuh tumbuhan saja, tetapi juga bertugas untuk menentukan apakah fungsi masing-masing bagian itu dalam kehidupan tumbuhan, dan selanjutnya juga berusaha mengetahui darimana asal bentuk dan susunan tubuh yang demikian tadi. Selain dari itu morfologi harus pula dapat memberikan jawaban atas pertanyaan mengapa bagian-bagian tubuh tumbuhan mempunyai bentuk dan susunan yang beraneka ragam tersebut (Gembong,1999). Anatomi Tumbuhan Pengetahuan tentang anatomi tumbuhan adalah ilmu yang merangkum uraian organ, susunan, bagian, atau fungsi dari organ tumbuhan itu, pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari unsur-unsur anatomi serta fragmen pengenal jaringan serbuk yang khas, guna mengetahui jenis-jenis simplisia yang diuji berupa sayatan melintang, membujur atau serbuk dari tanaman Tinjauan Tentang Tanaman Dimana pada tinjauan tentang tanaman ini yaitu mencaku beberapa hal seperti Kindom, Super divisi, Divisi, Kelas, Sub kelas, Ordo, Famili, Genus, dan Spesisnya. Identifikasi Kandungan Kimia Tumbuhan (Asni, 2009) Uji dengan reaksi warna dilakukan terhadap hasil penyaringan zat berkhasiat baik sebagai hasil mikrosublimasi atau langsung terhadap irisan serbuk simplisia (uji histokimia) dan ekstrak, meliputi uji lignin, seberin, kutin, minyak lemak, minyk atsiri, getah dan resin, pati dan aleuron, lender dan pectin, selulosa, zat zamak atau tannin dan katekol, dioksiantrakinon bebas, fenol,saponin, flvanoid, karbohidrat, glikosida, glikosida antrakinon dan steroid contohnya : asam sinamat dipasahkan dalam bentuk Kristal dari tolu balsam setelah didihkan dengan air kapur + HCl + kalium permanganate terbentuk benzaldehid. Uji reaksi pengendapan dilakukan dengan melihat warna endapan yang terjadi contohnya uji alkaloid Mikrosubmasi untuk konstituen mudah menyublin dalam bentuk Kristal di lakukan uji KLT dan reaksi warna. Identifikasi Kandungan Kimia Tanaman Secara Kemotaksonomi Penggolongan Tanaman berdasarkan Kemotaksonomi (uraikan tentang penggolongan tanaman berdasarkan suku/familinya,disertai rumus struktur tiap golongan). Pengolongan tumbuhan bandotan ini mrupakan suku atau family compositae atau asteraceae atau tumbuhan yang mempunyai daun bersilang dan berhadapan. Bandotan ini merupakan herba terna semusim,tegak atau berbaring dan dari bagian ini keluar akarnya. khususnya di Indonesia tumbuhan ini merupakan tumbuhan pengganggu yang terkenal. Kegunaan Umum Tanaman Berdasarkan Kemotaksonomi Cara mengidentifikasi Kandungan Kimia Simplisia (Berdasarkan Literatur MMI/FI/Handbook lain).a. Reaksi warna 1. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat P, terjadi warna coklat kehijauan. 2. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat 10 N, terjadi warna hijau tua. 3. Pada 2 mg serbuk dau tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P 5% b/v dalam etanol, terjadi warna hijau. 4. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetesamonia (25%) P, terjadi warna coklat kehijauan. 5. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida P 5% b/v, terjadi warna hijau kecoklatan. b. Reaksi pengendapan Alkaloid Merupakan senyawa organic yang mengandung unsure nitrogen dan bersifat basa. Senyawa ini dijumpai pada golongan tanaman leguminosae, rubiaceae, ladoceae,dan liliaceae. Untuk menentukan adanya alkaloid maka ditimbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring, pindahkan masing-masing 3 tetes filtrate pada dua kaca arloji: Tambahkan 2 tetes mayer LP pada kaca arloji pertama, terbentuk endapan menggumpal berwarna putih Tambahkan 2 tetes bouchardat LP pada kaca arloji kedua, terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam BAB III URAIAN TANAMAN Kemangi (Ocinum sanctum) Klasifikasi tumbuhan Kemangi (Tjitrosoepomo, 2004) Regnum : Plantae Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae (Solonales, personatae) Famili : Labitae Genus : Ocinum Spesies : Ocinum sanctum Morfologi Tanaman Kemangi Bentuk pemerian dari tanaman kemangi (Ocinum sanctum) Warna hijau sampai hijau kecoklatan; bau aromatik, khas; rasa agak pedas. Dilihat dari morfologinya yaitu helaian daun bentuk jorong memanjang bundar telur, ujung runcing, pangkal daun runcing atau tumpul sampai membundar, tulang-tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal atau rata dan bergelombang, daging daun tipis, permukaan berambut halus, panjang daun 2,5 cm sampai 7,5 cm, lebar 1-2,5 cm, tangkai daun berpenampng bundar, panjang 1-2 cm berambut ( Steenis, 2006). Kandungan Kimia Tanaman Kemangi Kandungan kimia yang diperoleh yaitu orientin dan vicenin yang mampu melindungi struktur sel tubuh. Sedangkan cineole, myrcene dan eugenol berfungsi sebagai antibiotik almi dan antiperadangan. Selain itu kemangi kaya akan betakaroten dan magnesium, mineral penting yang berfungsi menjaga dan memelihara kesehatan jantung. Zat ariginin yang terdapat di dalam kemangi dapat berfungsi untuk memperkaya daya hidup sperma dan mencegah kemandulan. Ada lagi zat triptofan yang dapat menunda menopause (www. Desputro home’s Weblog.com). Khasiat Tanaman Kemangi Khasiat dari daun kemangi (Ocinum sanctum) dapat menyembuhkan diare, nyeri payudara, batu ginjal, gangguan pada vagina dan juga dapat mengatasi albuminaria yaitu adanya konsentrasi albumin di dalam air. Selain itu juga ampuh menyembuhkan sakit kepala, pilek, sembelit dan cacingan. Aroma daun kemangi dapat menolak gigitan nyamuk (Henry,_ A Dictionary of Practical Material Medical). Kunci Determinasi ( Steenis, 2006) 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b...,12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b..., 266b..., 267b..., 268b..., 271b... Bunga Pukul Empat (Mirabillis jalapa) a. Klasifikasi bunga pukul empat (Tjitrosoepomo, 2004) Regnum : Plantae Divisio : Magnoliophyta Class : Dicotyledoneae Sub class : Monochlamydeae Ordo : Caryophyllales Famili : Nyctaginaceae Genus : Mirabillis Spesies : Mirabillis jalapa b. Morfologi Bunga pukul Empat Daunnya tunggal, bentuk daun memanjang, letak daun menyiripberselang-seling, tepi daun rata, tulang daun menyirip. Pada batang,bentuknya bulat, arah tumbuh tegak lurus, permukaan licin. Pada akar termasuk akar tunggang. c. Kandungan Kimia Bunga Pukul Empat Kandungan kimia Mirabillis jalapa yaitu daun dan bunga mengandung saponin (Lavanoida, disamping itu daunnya juga mengandung tanin dan bunga politenol), biji mengandung flavanoida dan politenol, akar mengandung betaxanthis, buah mengandung zat tepung, lemak, zat asam lemak dan zat asam minyak. d. Khasiat Bunga Pukul Empat Khasiat Bunga Pukul Empat yaitu untuk radang amandel, infeksi saluran kencing, keputihan, erosi mulut rahim, radang sendi yang akut. Di samping itu, pada daunnya berkhasiat sebagai obat bisul, akarnya untuk mengobati sembelit dan bengkak, bijinya sebagai bahan kosmetika. Kunci Determinasi Bunga Pukul Empat Familia 42. Nyctaginaceae 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b..., 12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b...,266b..., 267b..., 273b..., 276b..., 278b..., 279a..., 280a... Gandarusa (Justicia gendarussa) Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Justicia Jenis : Justicia gendarussa Morfologi Habitus : Perdu, tegak, tinggi ± 1,8 m. Batang : Berkayu, segi empat, bercabang, beruas, coklat. Daun : Tunggal, lanset, panjang 3-6,20 cm, lebar 1,5-3,5 cm, pertulangan menyirip, berhadapan, bertangkai pendek, hijau tua Bunga : Majemuk, bentuk malai, panjang 3-12 cm, putik ungu,kepala sari kuning, mahkota bentuk tabung,berbibir dua, ungu Buah : Bentuk gada, bertiji empat, licin, masih muda hijau setelah tua hitam Biji : Kecil, keras, coklat. Akar : Tunggang, coklat muda Khasiat Daun Justicia gendarussa berkhasiat sebagai obat pegal linu, obat pening dan obat haid tidak teratur.Untuk obat sakit pegal linu dipakai ± 15 gram daun segar Justicia gendarussa, dicuci, ditambah satu sendok teh minyak kelapa digerus sampai lumat,kemudian digosokan pada bagian yang sakit. d. Kandungan kimia Daun Justicia gendarussa mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan tanin. e. Kunci determinan 1.b…2.b…3.b…4.b…6.b…7.b…9.b…10.b…11.b…12.b…13.b…14.b…16.a….239.b….243.b…244.b…248.b….249.b…250.b…266.b…267.b…273.b…276.b…278.b…279.b….282.b….283.b…284.b…285.b 4. Daun Mangkokan (Nothophanax scutellaris) a. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Nothopanax Jenis : Nothopanax scutellaris b. Morfologi Dimana tanaman ini merupakan tanaman yang banyak ditemukan pada dataran tinggi yang merupakan daun tunggal berbentuk bulat berlekuk, letak daunnya beranak daun 1, tepi daunnya bergerigi, pertulangan daunnya menyirip berwarna hijau. Bentuk batangnya bulat (teres), panjang dan lurus, arah tumbuh batangnya monopodial, berwarna coklat, batangnya berkayu dan bercabang. Jenis akar tunggang, berwarna coklat, dan arah perakarannya tumbuh kebawah. Kegunaan Masyarakat Sumatra banyak menggunakan daun mangkokan muda sebagai campuran gulai otak atau gulai ikan, selain itu dauin ini juga enak diolah menjadi cam[uran urap, campuran pepes maupun pecel. Daun mudanya bisa dimakan mentah sebagai lalapan dengan sambal. Aromanya khas seperti daun kenikir. Aroma daun mangkokan dapat mengurangi aroma amis pada hidangan ikan dan jerowan maupun daging. Daun mangkokan juga dapat digunakan sebagai penyubur rambut, radang payudara, sukar kencing, bau badan, luka, pembengkakan dan melancarkan pengeluaran asi. Kandungan Kimia Batang dan daun mengandung kalsium-oksalat, peroksidase, amygdalin fosfor, besi, lemak, protein serta vitamin A, B1 dan C. Kunci Determinasi 1b…,2b…,3b…,4b…,6b…,7b…,9b…,10b…,12b…,13a…,14a…,15b…197b…208a…, 209b….210b…211a….212b…213a…(Araliaceae) 5.. Bayam duri (Amaranthus spinosus) a. Klasifikasi tumbuhan bayam duri (Tjitrosoepomo, 2004)    Kingdom : Plantae  (tumbuhan)    Subkingdom : Tracheobionta   (berpembuluh)    Superdivisio : Spermatophyta   (menghasilkan biji)    Divisio : Magnoliophyta   (berbunga)    Kelas : Magnoliopsida   (berkeping dua / dikotil)    Sub-kelas : Hamamelidae    Ordo : Caryophyllales Famili : Amaranthaceae Genus : Amaranthus Spesies : Amaranthus spinosus b. Morfologi Bayam duri Bayam Duri terna semusim, tumbuh tegak, tinggi bisa mencapai 1 m.  Batang berwarna hijau atau atau kemerahan. bercabang banyak, berduri.  Daun tunggal, bundar telur sampai lanset, tepi rata, bertangkai panjang, letak berseling.  Bunga berkelamin tunggal, warna hijau agak putih.  Buah bulat panjang, biji kecil, warna hitam.   ( Steenis, 2006). c. Kandungan Kimia Tanaman Bayam duri Kandungan kimia Amaranthus spinosus yaitu amaruntin, rutin, spinasterol, hentriakontan, tanin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat besi serta vitamin (www. Desputro home’s Weblog.com). d. Khasiat Tanaman Bayam duri Khasiat tanaman bayam duri yaitu pembersih darah, pelancar ASI, demam, eksim, bisul, bronkhitis, kencing nanah dandiuretik, peluruh haid, peluruh dahak, penawar racun dan menghilangkan bengkak (Henry,_ A Dictionary of Practical Material Medical). e. Kunci Determinasi ( Steenis, 2006 ) 1b..., 2b..., 3b..., 4b..., 6b..., 7b..., 9b..., 10b..., 11b..., 12b..., 13b..., 14b..., 16a..., 239b..., 243b..., 244b..., 248b..., 249b..., 250b..., 266b..., 267a..., 268a..., 269b..., 270b... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan Identifikasi kemotaksonomi No Bahan Baku Aktivitas Farmakologi Kandungan kimia Pustaka etnofarmakologi 1 Ocinum folium Mencegah kemandulan, bau badan, ereksi, menopause . Sakit perut, pelumas terhadap encok. Minyak atsiri, triptopan, betakaroten. 2 Gandrusa folium Memar, sakit kepala, rematik, sedatif, antipiretik. Alat kontrasepsi pria, tanaman hias. Alkaloid, saponin, flavanoid, polifenol, minyak atsiri. 3 Amaranthus folium Kencing nanah, gangguan pernapasan, bronkhitis, memproduksi asi, tambah darah. Bahan makanan, tanaman hias, diuretik, penambah darah. Amaruntin, rutin, spinasterol, hentriakontan, tanin, kalium. 4 Mirabilis folium Obat bisul, sembelit, bengkak, bahan kosmetik Tanaman hias Saponin, flavanoid, beta xantin, zat tepung, polifenol. 5 Nothopanax folium Radang payudara, bau badan, pembengkakan Bau badan, penyubur rambut, bumbu masak Kalsium oksalat, besi, fosfor, protein, Vit A, B1 dan C. PEMBAHASAN Tumbuhan sangat penting tidak hanya sebagai bahan sandang, pangan, papan tetapi juga sebagai penghasil bermacam-macam senyawa kimia. Sebagian besar dari senyawa kimia yang diambil dari tumbuhan berupa metabolit sekunder (Mann, 1989). Metabolit sekunder merupakan hasil yang khas dari tumbuhan, dibentuk dan diakumulasikan pada bagian-bagian tertentu dari tumbuhan. Lindsey & Jones (1989) menyatakan bahwa manfaat metabolit sekunder adalah : Melalui kultur jaringan tumbuhan dapat dibentuk senyawa yang bermanfaat dalam kondisi terkontrol dan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Sel-sel tumbuhan dapat diperbanyak dengan mudah untuk memperoleh metabolit tertentu. Pertumbuhan sel secara otomatis terawasi dan proses metabolisme dapat diatur secara rasional. Hasil produksi yang diperoleh lebih konsisten, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Melalui kultur jaringan tumbuhan dapat dibentuk senyawa baru yang tidak terdapat dalam tanaman induknya dan senyawa baru ini mungkin berguna untuk dikembangkan atau dimanfaatkan lebih jauh. Kultur tidak bergantung pada kondisi lingkungan seperti keadaan geografis, iklim, musim dan tidak memerlukan lahan yang luas. Kondisi tempat tumbuh juga sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat. Sintesis kerangka karbon dari metabolit sekunder yang aktif sangat tergantung pada sinar matahari sebagai sumber energi untuk fotosintesis. Oleh karena itu lama waktu, intensitas dan spektrum sinar matahari selama pertumbuhan sangat berpengaruh terhadap kualitas tanaman obat. Cuaca panas disukai dalam proses fotosintesis dan sebaliknya cuaca hujan menghambat pembentukan alkaloid pada berbagai species (Bernard, 1986). Memang sangat sulit mengatur cuaca sesuai dengan kebutuhan, hal ini mempunyai implikasi terhadap kualitas produk fitofarmaka yang dihasilkan nantinya. Sebagai contoh adalah tanaman Atropa belladonna yang ditumbuhkan di Peninsula Crimean mengandung alkaloid aktif sebesar 1,3%, sedangkan yang ditumbuhkan di Leningrad ternyata hanya mengandung 0,3% alkaloid aktif (Waller dan Nowacki, 1978). Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Definisi taksonomi adalah ilmu untuk menggolong-golongkan makhluk hidup (Mayr et al., 1953). Lebih lanjut, Simpson (1961) mendefinisikan taksonomi sebagai suatu kajian teoritik tentang penggolongan, termasuk di dalamnya dasar-dasar, prinsip, cara kerja dan aturan-aturan yang berlaku. Sementara Evans (1984) menyatakan bahwa taksonomi juga mencakup penemuan pola-pola yang ada di dalam suatu keanekaragaman. Identifikasi Kemoktasonomi. Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani, pharmakon yang artinya “obat” dimana obat yang dimaksud disini adalah obat alam bukan obat sintesis dan gnosis yang artinya pengetahuan. Jadi, Farmakognosi adalah pengetahuan tentang obat-obat alamiah. Kemotaksonomi adalah pengelompokan tanaman berdasarkan kandungan kimianya. Fitofarmaka adalah sediaan obat tradisional yang telah terbukti keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari bahan tanaman yang memenuhi persyaratan yang berlaku. Etnofarmasi sebagai salah satu interdisipliner ilmu pengetahuan berkenan dengan studikefarmasian yang mempertimbangkan hubungan dengan faktor penentu budaya yang mengenali penggunaan suatu obat oleh manusia berdasarkan kelompok,penggolongan dan teori kategorisasi bahan alami yang akan diproduksi (ethnobiologi). Farmakognosi merupakan cara pengenalan cirri-ciri atau karakteristik obat yang berasal dari bahan alam .Farmakognosi mencakup seni dan pengetahuan pengobatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan, mikroorganisme, dan mineral. Perkembangan farmakognosi saat ini sudah melibatkan hasil penyarian atau ekstrak yang tentu akan sulit dilakukan indentifikasi zat aktif jika hanya mengandalkan mata. Dengan demikian, cara identifikasi juga semakin berkembang dengan menggunakan alat-alat cara kimia dan fisika. Sehubungan dengan hal tersebut muncul berbagai macam upaya dalam mencari dan menemukan bahan-bahan alam khususnya tanaman untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan obat dan usaha meminilisasi kekurangannya, salah satu caranya dengan melakukan penelitian untuk memperoleh data-data tentang tanaman obat tradisional yang dijadikan sebagai salah satu syarat standar resmi yang berlaku dalam pengolahan bahan baku tanaman obat. Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas. Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka jauh mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan dengan obat-obatan modern. Ini disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang setara dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Pada dasarnya pembagian obat-obatan alami hingga saat ini, dapat dikelompokkan atas 3 yaitu: Jamu-jamuan Suatu sediaan obat yang berasal dari bahan alam tanpa tambahan bahan kimia (sintetis) lainnya, yang penggunaannya berdasarkan kepercayaan masyarakat secara turun temurun selama berpuluh hingga beratus tahun. Jamu-jamuan tidak memerlukan pengujian apapun, baik preklinis maupun klinis. Herbal terstandar Merupakan sediaan jamu-jamuan yang telah diuji di laboratorium secara pre klinis, yaitu dengan menggunakan hewan-hewan percobaan. Seperti mencit, tikus, kelinci, monyet, kuda, dsb. Sediaan ini telah diketahui khasiatnya melalui hewan-hewan percobaan namun belum diuji langsung khasiatnya terhadap manusia. Sediaan ini juga telah distandarisasi, baik proses pembuatan hingga pengemasan sehingga setiap batch produk memiliki standar tersendiri yang tidak berubah-ubah. Fitofarmaka Berawal dari sediaan jamu-jamuan yang kemudian distandarisasi dan diuji preklinis hingga dikatakan sebagai ‘herbal terstandar’. Kemudian dilakukan pula uji klinis terhadap manusia, jika berhasil maka sediaan ini dapat dikatakan sebagai Fitofarmaka. Jadi dapat dikatakan penggunaan fitofarmaka sudah memiliki dasar ilmiah yang jelas dan telah melewati uji preklinis dan klinis sehingga efektivitasnya lebih terpercaya. Telah disampaikan tentang peracikan obat tradisional dengan komposisi yang rasional. Contoh simplisia yang disampaikan dalam makalah ini tidak menutup pengetahuan dari literatur lain yang menunjang serta perkembangan penelitian yang lebih mutakhir. Oleh karena itu, penulis juga menganjurkan kepada pembaca yang berminat mendalami pengetahuan ini agar memperkaya dengan tambahan pengetahuan dari sumber-sumber lain. Pemahaman akan lebih baik lagi bila ditunjang dengan pengenalan tentang tanaman obat yang mudah dijumpai di wilayah masing-masing. Pengetahuan dan pemahaman tentang hal ini akan sangat berguna, khususnya bagi petugas kesehatan yang terlibat langsung dengan pembinaan dan pengawasan obat tradisional di wilayah kerjanya. BAB V PENUTUP Kesimpulan Identifikasi kemotaksonomi Berdasarkan dari percobaan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : Ocinum folium (Mencegah kemandulan, bau badan, ereksi, menopause ), Gandrusa folium (Memar, sakit kepala, rematik, sedatif, antipiretik), Amaranthus folium (Kencing nanah, gangguan pernapasan, bronkhitis, memproduksi asi, tambah darah), Mirabilis folium (Obat bisul, sembelit, bengkak, bahan kosmetik ), Nothopanax folium (Radang payudara, bau badan, pembengkakan). Saran Semoga laboratorium farmakognosi ke depannya lebih lengkap lagi baik dalam hal kelengkapan alat maupun bahan-bahan yang akan digunakan dalam praktikum. DAFTAR PUSTAKA Amin Asni, 2009. “Penuntun Praktikum farmakognosi II” UMI-Press : Makassar Ditjen POM. 1979.Farmakope Indoneia Edisi III. Depkes RI :Jakarta. Sri, Mulyani dkk. 2004. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press :., Yogyakarta. Redaksi Agromedia,2008. Tanaman Obat. Jakarta. Tjitrosoepomo.G, 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Wijaya H. M. Hembing. 1992. ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 :Jakarta .  www.google.com   Identifikasi Kemataksonomi Bahan Baku Sediaan Fitofarmasi